Sungguh suatu perjalanan yang menyenangkan jika kita mempunyai kesempatan untuk pulang ke kampung halaman yang telah lama kita tinggalkan. Ada rasa kerinduan yang mendalam setiap kali mengenang tempat kita dilahirkan dan dibesarkan tersebut, apalagi jika kedua orang tua dan saudara-saudara kita masih ada disana. Kenangan-kenangan indah kembali terbayang di pelupuk mata menambah semakin tebalnya kerinduan tersebut. Tidak heran jika orang rela berdesak-desakan di angkutan umum beratus-ratus kilometer demi pulang kampung yang biasanya dilakukan pada hari libur sekolah ataupun hari libur Nasional. Fenomena ini dipastikan terjadi setiap tahun terjadi dari kota ke kota lain di Indonesia. Biasanya kota-kota besar yang menampung kaum urban seperti Jakarta dan Yogyakarta akan menjadi sepi di saat hari ritual pulang kampung tersebut. Saya mengalami beberapa kali berlebaran di kota gudeg Yogya ketika dulu masih kuliah. Sepinya Yogya saat lebaran memang sangat terasa pada saat mau cari warung makan yang semuanya pada tutup, yang buka hanya satu dua di Jalan Malioboro dan mahalnya minta ampun, mungkin dikira turis kali ya. Solusi yang paling tepat saat itu dengan membeli mie bungkus, telor dan beras alias masak sendiri (maklum anak kos).
Bulan Juni 2008 saat liburan sekolah, saya kembali melakukan ritual pulkam tersebut dan situasinya sudah berbeda jika dibandingkan dengan ketika masih mahasiswa karena “buntutnya” sudah panjang alias sudah punya anak, istri dan mertua. Jarak yang ditempuh juga semakin jauh yakni dari Banjarmasin ke Pekanbaru dan naik pesawat. Berat diongkos itulah judulnya kali ini, apalagi harga tiket saat itu benar-benar tidak bersahabat alias sedang tinggi-tingginya karena pas musim liburan anak sekolah. Dipastikan saya sudah booking tiket pesawat Garuda Banjarmasin – Jakarta - Pekanbaru PP sebulan sebelum tanggal keberangkatan. Experience is the best teacher pasti saya terapkan saat itu jika tidak ingin kecewa berat karena tiket habis dan harga yang naik sampai 2 kali lipat. Kejadian ini terjadi berulang-ulang sesuai hukum ekonomi dimana harga akan naik jika permintaan naik (supply and demand), jadi harus diantisipasi dahulu. Kebetulan saat itu saya membawa kedua orang mertua yang sudah cukup umur untuk bertemu dengan kedua orang tua saya di Pekanbaru, maklum mereka belum pernah ketemu tahunya kedua anak mereka sudah menikah dan sudah punya cucu.
Sepanjang perjalanan Banjarmasin – Jakarta – Pekanbaru dengan pesawat tidak ada cerita yang istimewa kecuali tentang delay yang cukup melelahkan. Hal ini bukan kejadian yang istimewa menurut saya karena sudah biasa (maklum aja deh). Kota Pekanbaru yang telah saya tinggalkan selama 5 tahun telah jauh berubah, saya sebagai putera daerah cukup surprise dengan perkembangan kota yang kucintai ini. Deretan Ruko dan fasilitas umum yang dulunya belum ada sekarang sudah berdiri dengan kokoh ditengah-tengah kota. Benar kata orang, jika ingin tahu betapa cantik dan indahnya kampung halamanmu pergilah merantau cukup lama, lalu pulanglah dan dipastikan kita akan semakin mencintainya. Tidak ada yang lebih indah di dunia ini selain tempat dimana kita dilahirkan dan dibesarkan, kenangan hidup disana terpatri begitu kuat tidak bisa dihapuskan, kecuali kita mengalami amnesia kali ya.
Yang paling menyenangkan dilakukan di kampung halaman adalah mengunjungi tempat-tempat yang bersejarah bagi kita seperti sekolah, tempat bermain, teman sepermainan, dan mantan pacar. Kitapun dengan semangat bercerita kepada anak-anak tentang kejadian-kejadian yang pernah dialami dulunya, seperti cerita tentang tempat kita dulunya bermain layangan, manjat pohon atau teman sepermainan yang masih kita temui disana. Yang pasti cerita tentang mantan harus hati-hati menyampaikannya kepada anak dengan pesan, jangan ceritakan kepada mama ya nanti papa beliin mainan (alamak). Ceritakan hal-hal baik saja kepada anak agar bisa ditiru, kalau yang jelek-jelek sebaiknya disimpan saja sendiri , biar Allah sajalah yang tahu.
Selama di Pekanbaru kami sempat mengunjungi Istana Sultan Siak Sri Indrapura yang dibangun pada tahun 1896 dengan model istana yang modern dengan arsitektur Eropa kala itu. Istana ini memyimpan memory sejarah perkembangan budaya melayu zaman kerajaan dulu. Perjalanan menuju Istana Siak Sri Indrapura di kabupaten Siak dari kota Pekanbaru merupakan pengalaman yang baru bagi kedua orang mertua saya, maklum saja karena baru pertama menempuh perjalanan jauh. Biasanya hanya perjalanan dari Banjarmasin ke Hulu Sungai saja, tepatnya ke Kandangan karena Sidin Urang Kandangan. Di sepanjang perjalanan yang kami lewati di kiri kanan jalan banyak ditanami pohon sawit oleh investor dari dalam dan luar negeri. Maklum saja perkebunan kelapa sawit merupakan salah satu investasi yang paling menarik maka hampir di seluruh kota kabupaten di Propinsi Riau ada perkebunan kelapa sawit. Tidak heran jika Propinsi Riau merupakan penyumbang pendapatan terbesar bagi Negara Indonesia karena kekayaan alamnya yang melimpah. Tidak heran jika orang luar propinsi Riau banyak mencoba peruntungan datang ke Riau karena lapangan pekerjaan di sektor ini cukup banyak tersedia. Ada istilah keren bagi propinsi Riau yakni propinsi yang kaya karena tanahnya “diatas minyak dibawah minyak” maksudnya diatas tanahnya di tumbuhi pohon sawit yang menghasil minyak goreng, sedangkan di perut buminya di tambang minyak mentah yang diolah sebagai minyak tanah, premium, dan lainnya. Namun sayangnya kekayaan alam yang melimpah ini belum bisa mensejahterakan bangsa kita dan terutama orang Riau sendiri.
Perjalanan menuju Istana Siak Sri Indrapura selama 5 jam benar-benar melelahkan bagi orang seumuran kedua orang tua kami, karena kontur tanahnya yang keras dan berbukit maka jalanan disana juga naik turun dan berbelok. Perut kami rasanya seperti di kocok-kocok dan mual sekali. Bagi orang yang belum biasa menempuh perjalanan seperti itu rasanya mau muntah, dan ini dirasakan oleh kedua orang mertua saya. Sidin mengatakan “seumur-umur naik kendaraan baru kali ini saja muntah diperjalanan” karena selama ini yang ditempuh hanya sebatas perjalan ke Hulu Sungai saja yang jalannya relative datar dan lurus. Rasa lelah sepanjang perjalanan terasa terobati ketika sampai di tujuan kami Istana Sultan Siak Sri Indrapura karena keindahan arsitektur dan koleksi sejarahnya di tambah kebersihan yang terjaga disekitar lingkungan Istana. Kamipun tidak menyia-yiakan kesempatan ini untuk membuat photo kenangan. Jepret sana jepret sini untuk koleksi kenangan bagi anak cucu di kemudian hari sebagai pertanda bahwa kami sudah pernah berkunjung ke Istana Sultan Siak Sri Indrapura.
Sepanjang perjalanan Banjarmasin – Jakarta – Pekanbaru dengan pesawat tidak ada cerita yang istimewa kecuali tentang delay yang cukup melelahkan. Hal ini bukan kejadian yang istimewa menurut saya karena sudah biasa (maklum aja deh). Kota Pekanbaru yang telah saya tinggalkan selama 5 tahun telah jauh berubah, saya sebagai putera daerah cukup surprise dengan perkembangan kota yang kucintai ini. Deretan Ruko dan fasilitas umum yang dulunya belum ada sekarang sudah berdiri dengan kokoh ditengah-tengah kota. Benar kata orang, jika ingin tahu betapa cantik dan indahnya kampung halamanmu pergilah merantau cukup lama, lalu pulanglah dan dipastikan kita akan semakin mencintainya. Tidak ada yang lebih indah di dunia ini selain tempat dimana kita dilahirkan dan dibesarkan, kenangan hidup disana terpatri begitu kuat tidak bisa dihapuskan, kecuali kita mengalami amnesia kali ya.
Yang paling menyenangkan dilakukan di kampung halaman adalah mengunjungi tempat-tempat yang bersejarah bagi kita seperti sekolah, tempat bermain, teman sepermainan, dan mantan pacar. Kitapun dengan semangat bercerita kepada anak-anak tentang kejadian-kejadian yang pernah dialami dulunya, seperti cerita tentang tempat kita dulunya bermain layangan, manjat pohon atau teman sepermainan yang masih kita temui disana. Yang pasti cerita tentang mantan harus hati-hati menyampaikannya kepada anak dengan pesan, jangan ceritakan kepada mama ya nanti papa beliin mainan (alamak). Ceritakan hal-hal baik saja kepada anak agar bisa ditiru, kalau yang jelek-jelek sebaiknya disimpan saja sendiri , biar Allah sajalah yang tahu.
Selama di Pekanbaru kami sempat mengunjungi Istana Sultan Siak Sri Indrapura yang dibangun pada tahun 1896 dengan model istana yang modern dengan arsitektur Eropa kala itu. Istana ini memyimpan memory sejarah perkembangan budaya melayu zaman kerajaan dulu. Perjalanan menuju Istana Siak Sri Indrapura di kabupaten Siak dari kota Pekanbaru merupakan pengalaman yang baru bagi kedua orang mertua saya, maklum saja karena baru pertama menempuh perjalanan jauh. Biasanya hanya perjalanan dari Banjarmasin ke Hulu Sungai saja, tepatnya ke Kandangan karena Sidin Urang Kandangan. Di sepanjang perjalanan yang kami lewati di kiri kanan jalan banyak ditanami pohon sawit oleh investor dari dalam dan luar negeri. Maklum saja perkebunan kelapa sawit merupakan salah satu investasi yang paling menarik maka hampir di seluruh kota kabupaten di Propinsi Riau ada perkebunan kelapa sawit. Tidak heran jika Propinsi Riau merupakan penyumbang pendapatan terbesar bagi Negara Indonesia karena kekayaan alamnya yang melimpah. Tidak heran jika orang luar propinsi Riau banyak mencoba peruntungan datang ke Riau karena lapangan pekerjaan di sektor ini cukup banyak tersedia. Ada istilah keren bagi propinsi Riau yakni propinsi yang kaya karena tanahnya “diatas minyak dibawah minyak” maksudnya diatas tanahnya di tumbuhi pohon sawit yang menghasil minyak goreng, sedangkan di perut buminya di tambang minyak mentah yang diolah sebagai minyak tanah, premium, dan lainnya. Namun sayangnya kekayaan alam yang melimpah ini belum bisa mensejahterakan bangsa kita dan terutama orang Riau sendiri.
Perjalanan menuju Istana Siak Sri Indrapura selama 5 jam benar-benar melelahkan bagi orang seumuran kedua orang tua kami, karena kontur tanahnya yang keras dan berbukit maka jalanan disana juga naik turun dan berbelok. Perut kami rasanya seperti di kocok-kocok dan mual sekali. Bagi orang yang belum biasa menempuh perjalanan seperti itu rasanya mau muntah, dan ini dirasakan oleh kedua orang mertua saya. Sidin mengatakan “seumur-umur naik kendaraan baru kali ini saja muntah diperjalanan” karena selama ini yang ditempuh hanya sebatas perjalan ke Hulu Sungai saja yang jalannya relative datar dan lurus. Rasa lelah sepanjang perjalanan terasa terobati ketika sampai di tujuan kami Istana Sultan Siak Sri Indrapura karena keindahan arsitektur dan koleksi sejarahnya di tambah kebersihan yang terjaga disekitar lingkungan Istana. Kamipun tidak menyia-yiakan kesempatan ini untuk membuat photo kenangan. Jepret sana jepret sini untuk koleksi kenangan bagi anak cucu di kemudian hari sebagai pertanda bahwa kami sudah pernah berkunjung ke Istana Sultan Siak Sri Indrapura.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar