26 Maret, 2009

MATAHARI DI DALAM DIRI

Hidup penuh dengan jejak kaki. Demikian sejarah pernah bertutur pada manusia. Sayangnya, logika dan kata-kata manusia tidak dan tidak akan pernah bisa memotret jejak-jejak kaki tadi sebagaimana adanya. Logika dan kata-kata, di satu sisi memang jembatannya pemahaman, di lain sisi ia juga suka memperkosa. Karena pemerkosaan jenis terakhir inilah, kemudian pengetahuan manusia manapun jadi tidak sempurna. Di tangan manusia-manusia yang digiring kepintaran, ketidaksempurnaan terakhir kemudian menjadi bahan wacana. Ada juga yang membuatnya sebagai sarana tawar menawar kepentingan, alat untuk melakukan penyerangan, bahan-bahan untuk memamerkan kehebatan. Ada yang bertanya, tidakkah ini hanya bunga-bunga kehidupan yang membuat semuanya jadi kaya warna?

Di tangan manusia-manusia bijaksana nasib ketidaksempurnaan pengetahuan manusia lain lagi. Bagi mereka, ketidaksempurnaan ada untuk mengajarkan kesempurnaan pada manusia. Ada juga yang menyebutkan, kalau hidup ditujukan justru untuk melengkapi sisi-sisi pemahaman yang belum sempurna. Bagi pejalan-pejalan kaki di jalan jiwa lain lagi. Ketidaksempurnaan ada untuk menjadi lahan-lahan latihan jiwa. Bukankah setelah tertabrak berbagai karang kehidupan, jatuh dalam banyak jurang kehidupan, kemudian jiwa bisa pulang dengan tenang?

Ah entahlah, pejalan-pejalan kaki di jalan kejernihan memang hanya boleh bertanya. Jawaban memang senantiasa diserahkan kepada mereka yang mendengar ketika pertanyaan dilontarkan. Tidak semua suka tentu saja. Dan itupun tidak apa-apa. Yang jelas, apapun pertanyaannya, apapun jawabannya, siapapun yang bertanya, siapapun yang menjawab, ada sebuah gejala yang terus menerus berjalan : waktu! Seperti jarum jam di dinding, berjalan, berjalan dan berjalan. Kadang ia berhenti karena baterrynya mati, cuman waktu yang ia wakili tidak membutuhkan battery dan tenaga manapun. Ia adalah tenaga itu sendiri, ia adalah gerakan itu sendiri, ia adalah hidup itu sendiri.

Sebagai manusia biasa, kita kerap baru tersadar, kadang malah terkejut, ketika melihat putera-puteri di rumah sudah besar. Tatkala merasakan badan tidak lagi sekuat dulu. Mana kala melihat orang-orang yang lebih muda dipanggil yang kuasa. Logika dan kata-kata manusiapun memberikan judul : tua. Dan judul terakhirpun tidak sama pemahamannya. Ada yang mengkaitkannya dengan badan yang berbau tanah. Ada yang menyebutnya dengan masa-masa panen dalam hidup. Ada juga yang meletakkannya sebagai waktu membalas dendam perhatian ke anak cucu.

Dan tentu saja, terserah sepenuhnya pada pribadi masing-masing. Yang jelas, ada yang mengkaitkan umur tua dengan perlambang alam yang bernama matahari. Bagi yang melihat beban kehidupan sebagai serangkaian hal yang memberatkan, tua adalah tanda-tanda matahari mau tenggelam. Bagi sahabat yang melihat beban sebagai vitamin-vitamin yang memperkuat, tua adalah awal terbitnya matahari di dalam diri. Ada yang bertanya, matahari apa yang terbit di dalam diri?

Inilah keterbatasan pemahaman melalui kata-kata dan logika. Pertama, semua hal ditanyakan dan mau dipahami dulu, baru kemudian bergerak dan berjalan untuk menggali. Seolah-olah tanpa bertanya dan paham manusia akan masuk jurang. Kedua, setiap pencaharian yang boros logika dan kata-kata, membuat pencaharian berjalan keluar. Kemudian mengabaikan sumur tanpa dasar yang ada di dalam. Ketiga, begitu sebuah pemahaman terpetakan oleh logika dan kata-kata, manusia terpental jauh dari dirinya sendiri.

Diterangi cahaya pemahaman seperti ini, ada seorang sahabat pernah berbisik. Kadang, ada saatnya perjalanan pemahaman mirip dengan seorang anak yang baru bisa belajar bicara, kemudian bertanya pada mamanya: mana papa? Dan begitu telunjuk mama menunjuk ke seorang lelaki, setiap bayi langsung mempercayainya. Dan seumur hidup menyebut lelaki tadi dengan sebutan papa. Jarang sekali terjadi ? atau mungkin malah tidak pernah ? begitu mamanya menunjuk seorang lelaki, kemudian anak bertanya ulang : itu papa atau teman selingkuh?

Bagi sahabat yang diperkuda kepintaran, mungkin cara seperti ini disebut dengan kebodohan dan ketololan. Cuman pada kehidupan manapun yang menyelami lapisan-lapisan keihklasan secara mengagumkan, dan kemudian berpelukan dengan kehidupan secara penuh penerimaan, inilah awal terbitnya matahari di dalam diri. Tidak ada pertanyaan di sana, apa lagi penolakan. Sebutan pintar dan hebat tidak lagi menggoda. Kaya dan terkemuka, juga serupa. Dikasih terimakasih, tidak dikasih juga terimakasih. Seorang pejalan kaki di jalan ini pernah berucap, ketika penafsiran kita tentang semesta berhenti, kejernihan yang mendalam jadi terbuka. Kejernihan itu meliputi segala waktu, tempat dan perubahan.

Pejalan kaki yang lain berucap pelan, pelepasan adalah jantung kehidupan. Tatkala manusia sudah terlepas dari harapan, pendapat dan apalagi ketakutan, ia memasuki wilayah-wilayah kebebasan yang berkelimpahan. Dalam bahasa lain, ada yang berbisik, seluruh hidup adalah proses pelepasan. Ketika manusia mengalami pelepasan, bukahkah muncul great sun of wisdom dari dalam dirinya? Ada juga yang ragu-ragu dan bertanya, apa yang tersisa dalam kehidupan pasca pelepasan ?

Yang tersisa di sana hanya satu : kerja, kerja dan kerja. Bedanya dengan kerja orang kebanyakan, bukankah kerja adalah bentuk cinta yang paling nyata? Bukankah melalui kerja Tuhan menjadi nyata? Selamat tahun baru 2004!

Penulis: Gede Prama


SEBELUM KAMU MENGELUH

Hari ini sebelum kamu mengatakan kata-kata yang tidak baik,
Pikirkan tentang seseorang yang tidak dapat berbicara sama sekali

Sebelum kamu mengeluh tentang rasa dari makananmu,
Pikirkan tentang seseorang yang tidak punya apapun untuk dimakan.

Sebelum anda mengeluh tidak punya apa-apa
Pikirkan tentang seseorang yang meminta-minta dijalanan.

Sebelum kamu mengeluh bahwa kamu buruk,
Pikirkan tentang seseorang yang berada pada tingkat yang terburuk
didalam hidupnya.

Sebelum kamu mengeluh tentang suami atau istri anda.
Pikirkan tentang seseorang yang memohon kepada Tuhan untuk diberikan
teman hidup

Hari ini sebelum kamu mengeluh tentang hidupmu,
Pikirkan tentang seseorang yang meninggal terlalu cepat

Sebelum kamu mengeluh tentang anak-anakmu,
Pikirkan tentang seseorang yang sangat ingin mempunyai anak tetapi
dirinya mandul

Sebelum kamu mengeluh tentang rumahmu yang kotor karena pembantumu
tidak mengerjakan tugasnya,
Pikirkan tentang orang-orang yag tinggal dijalanan

Sebelum kamu mengeluh tentang jauhnya kamu telah menyetir,
Pikirkan tentang seseorang yang menempuh jarak yang sama dengan berjalan

Dan disaat kamu lelah dan mengeluh tentang pekerjaanmu,
Pikirkan tentang pengangguran,orang-orang cacat yang berharap mereka
mempunyai pekerjaan seperti anda

Sebelum kamu menunjukkan jari dan menyalahkan orang lain,
ingatlah bahwa tidak ada seorangpun yang tidak berdosa,,,

Kita semua menjawab kepada Tuhan
Dan ketika kamu sedang bersedih dan hidupmu dalam kesusahan,
Tersenyum dan mengucap syukurlah kepada Tuhan bahwa kamu masih hidup !

Life is a gift
Live it...
Enjoy it...
Celebrate it...
And fulfill it.

Cintai orang lain dengan perkataan dan perbuatanmu

Cinta diciptakan tidak untuk disimpan atau disembunyikan
Anda tidak mencintai seseorang karena dia cantik atau tampan,
Mereka cantik/tampan karena anda mencintainya,,,

It's true you don't know what you've got until it's gone,
(Kamu tidak tahu apa yang telah kamu dapatkan sampai semua hal itu
lenyap)
but
it's also true You don't know what you've been missing until it
arrives!!!
(Kamu tidak tahu apa yang telah hilang dalam hidupmu sampai sesuatu
itu
datang kepadamu)

God Bless You,

NIKMATNYA PULANG KAMPUNG


Sungguh suatu perjalanan yang menyenangkan jika kita mempunyai kesempatan untuk pulang ke kampung halaman yang telah lama kita tinggalkan. Ada rasa kerinduan yang mendalam setiap kali mengenang tempat kita dilahirkan dan dibesarkan tersebut, apalagi jika kedua orang tua dan saudara-saudara kita masih ada disana. Kenangan-kenangan indah kembali terbayang di pelupuk mata menambah semakin tebalnya kerinduan tersebut. Tidak heran jika orang rela berdesak-desakan di angkutan umum beratus-ratus kilometer demi pulang kampung yang biasanya dilakukan pada hari libur sekolah ataupun hari libur Nasional. Fenomena ini dipastikan terjadi setiap tahun terjadi dari kota ke kota lain di Indonesia. Biasanya kota-kota besar yang menampung kaum urban seperti Jakarta dan Yogyakarta akan menjadi sepi di saat hari ritual pulang kampung tersebut. Saya mengalami beberapa kali berlebaran di kota gudeg Yogya ketika dulu masih kuliah. Sepinya Yogya saat lebaran memang sangat terasa pada saat mau cari warung makan yang semuanya pada tutup, yang buka hanya satu dua di Jalan Malioboro dan mahalnya minta ampun, mungkin dikira turis kali ya. Solusi yang paling tepat saat itu dengan membeli mie bungkus, telor dan beras alias masak sendiri (maklum anak kos).
Bulan Juni 2008 saat liburan sekolah, saya kembali melakukan ritual pulkam tersebut dan situasinya sudah berbeda jika dibandingkan dengan ketika masih mahasiswa karena “buntutnya” sudah panjang alias sudah punya anak, istri dan mertua. Jarak yang ditempuh juga semakin jauh yakni dari Banjarmasin ke Pekanbaru dan naik pesawat. Berat diongkos itulah judulnya kali ini, apalagi harga tiket saat itu benar-benar tidak bersahabat alias sedang tinggi-tingginya karena pas musim liburan anak sekolah. Dipastikan saya sudah booking tiket pesawat Garuda Banjarmasin – Jakarta - Pekanbaru PP sebulan sebelum tanggal keberangkatan. Experience is the best teacher pasti saya terapkan saat itu jika tidak ingin kecewa berat karena tiket habis dan harga yang naik sampai 2 kali lipat. Kejadian ini terjadi berulang-ulang sesuai hukum ekonomi dimana harga akan naik jika permintaan naik (supply and demand), jadi harus diantisipasi dahulu. Kebetulan saat itu saya membawa kedua orang mertua yang sudah cukup umur untuk bertemu dengan kedua orang tua saya di Pekanbaru, maklum mereka belum pernah ketemu tahunya kedua anak mereka sudah menikah dan sudah punya cucu.
Sepanjang perjalanan Banjarmasin – Jakarta – Pekanbaru dengan pesawat tidak ada cerita yang istimewa kecuali tentang delay yang cukup melelahkan. Hal ini bukan kejadian yang istimewa menurut saya karena sudah biasa (maklum aja deh). Kota Pekanbaru yang telah saya tinggalkan selama 5 tahun telah jauh berubah, saya sebagai putera daerah cukup surprise dengan perkembangan kota yang kucintai ini. Deretan Ruko dan fasilitas umum yang dulunya belum ada sekarang sudah berdiri dengan kokoh ditengah-tengah kota. Benar kata orang, jika ingin tahu betapa cantik dan indahnya kampung halamanmu pergilah merantau cukup lama, lalu pulanglah dan dipastikan kita akan semakin mencintainya. Tidak ada yang lebih indah di dunia ini selain tempat dimana kita dilahirkan dan dibesarkan, kenangan hidup disana terpatri begitu kuat tidak bisa dihapuskan, kecuali kita mengalami amnesia kali ya.
Yang paling menyenangkan dilakukan di kampung halaman adalah mengunjungi tempat-tempat yang bersejarah bagi kita seperti sekolah, tempat bermain, teman sepermainan, dan mantan pacar. Kitapun dengan semangat bercerita kepada anak-anak tentang kejadian-kejadian yang pernah dialami dulunya, seperti cerita tentang tempat kita dulunya bermain layangan, manjat pohon atau teman sepermainan yang masih kita temui disana. Yang pasti cerita tentang mantan harus hati-hati menyampaikannya kepada anak dengan pesan, jangan ceritakan kepada mama ya nanti papa beliin mainan (alamak). Ceritakan hal-hal baik saja kepada anak agar bisa ditiru, kalau yang jelek-jelek sebaiknya disimpan saja sendiri , biar Allah sajalah yang tahu.
Selama di Pekanbaru kami sempat mengunjungi Istana Sultan Siak Sri Indrapura yang dibangun pada tahun 1896 dengan model istana yang modern dengan arsitektur Eropa kala itu. Istana ini memyimpan memory sejarah perkembangan budaya melayu zaman kerajaan dulu. Perjalanan menuju Istana Siak Sri Indrapura di kabupaten Siak dari kota Pekanbaru merupakan pengalaman yang baru bagi kedua orang mertua saya, maklum saja karena baru pertama menempuh perjalanan jauh. Biasanya hanya perjalanan dari Banjarmasin ke Hulu Sungai saja, tepatnya ke Kandangan karena Sidin Urang Kandangan. Di sepanjang perjalanan yang kami lewati di kiri kanan jalan banyak ditanami pohon sawit oleh investor dari dalam dan luar negeri. Maklum saja perkebunan kelapa sawit merupakan salah satu investasi yang paling menarik maka hampir di seluruh kota kabupaten di Propinsi Riau ada perkebunan kelapa sawit. Tidak heran jika Propinsi Riau merupakan penyumbang pendapatan terbesar bagi Negara Indonesia karena kekayaan alamnya yang melimpah. Tidak heran jika orang luar propinsi Riau banyak mencoba peruntungan datang ke Riau karena lapangan pekerjaan di sektor ini cukup banyak tersedia. Ada istilah keren bagi propinsi Riau yakni propinsi yang kaya karena tanahnya “diatas minyak dibawah minyak” maksudnya diatas tanahnya di tumbuhi pohon sawit yang menghasil minyak goreng, sedangkan di perut buminya di tambang minyak mentah yang diolah sebagai minyak tanah, premium, dan lainnya. Namun sayangnya kekayaan alam yang melimpah ini belum bisa mensejahterakan bangsa kita dan terutama orang Riau sendiri.
Perjalanan menuju Istana Siak Sri Indrapura selama 5 jam benar-benar melelahkan bagi orang seumuran kedua orang tua kami, karena kontur tanahnya yang keras dan berbukit maka jalanan disana juga naik turun dan berbelok. Perut kami rasanya seperti di kocok-kocok dan mual sekali. Bagi orang yang belum biasa menempuh perjalanan seperti itu rasanya mau muntah, dan ini dirasakan oleh kedua orang mertua saya. Sidin mengatakan “seumur-umur naik kendaraan baru kali ini saja muntah diperjalanan” karena selama ini yang ditempuh hanya sebatas perjalan ke Hulu Sungai saja yang jalannya relative datar dan lurus. Rasa lelah sepanjang perjalanan terasa terobati ketika sampai di tujuan kami Istana Sultan Siak Sri Indrapura karena keindahan arsitektur dan koleksi sejarahnya di tambah kebersihan yang terjaga disekitar lingkungan Istana. Kamipun tidak menyia-yiakan kesempatan ini untuk membuat photo kenangan. Jepret sana jepret sini untuk koleksi kenangan bagi anak cucu di kemudian hari sebagai pertanda bahwa kami sudah pernah berkunjung ke Istana Sultan Siak Sri Indrapura.