31 Desember, 2008

LIMA KIAT PRAKTIS MENGHADAPI PERSOALAN HIDUP

Bismillahirrahmaanirrahiim,

Suatu hal yang pasti tidak akan luput dari keseharian kita adalah yang disebut masalah atau persoalan hidup, dimanapun, kapanpun, apapun dan dengan siapapun, semuanya adalah potensi masalah. Namun andaikata kita cermati dengan seksama ternyata dengan persoalan yang persis sama, sikap orangpun berbeda-beda, ada yang begitu panik, goyah, kalut, stress tapi ada pula yang menghadapinya dengan begitu mantap, tenang atau bahkan malah menikmatinya.

Berarti masalah atau persoalan yang sesungguhnya bukan terletak pada persoalannya melainkan pada sikap terhadap persoalan tersebut. Oleh karena itu siapapun yang ingin menikmati hidup ini dengan baik, benar, indah dan bahagia adalah mutlak harus terus-menerus meningkatkan ilmu dan keterampilan dirinya dalam menghadapi aneka persoalan yang pasti akan terus meningkat kuantitas dan kualitasnya seiring dengan pertambahan umur, tuntutan, harapan, kebutuhan, cita-cita dan tanggung jawab.
Kelalaian kita dalam menyadari pentingnya bersungguh-sungguh mencari ilmu tentang cara menghadapi hidup ini dan kemalasan kita dalam melatih dan mengevaluasi ketrampilan kita dalam menghadapi persoalan hidup berarti akan membuat hidup ini hanya perpindahan kesengsaraan, penderitaan, kepahitan dan tentu saja kehinaan yang bertubi-tubi. Na'udzubillah.

1.Siap
Siap apa? Siap menghadapi yang cocok dengan yang diinginkan dan siap menghadapi yang tidak cocok dengan keiinginan.
Kita memang diharuskan memiliki keiinginan, cita-cita, rencana yang benar dan wajar dalam hidup ini, bahkan kita sangat dianjurkan untuk gigih berikhtiar mencapai apapun yang terbaik bagi dunia akhirat, semaksimal kemampuan yang Allah Swt berikan kepada kita.

Namun bersamaan dengan itu kitapun harus sadar-sesadarnya bahwa kita hanyalah makhluk yang memiliki sangat banyak keterbatasan untuk mengetahui segala hal yang tidak terjangkau oleh daya nalar dan kemampuan kita.
Dan pula dalam hidup ini ternyata sering sekali atau bahkan lebih sering terjadi sesuatu yang tidak terjangkau oleh kita, yang di luar dugaan dan di luar kemampuan kita untuk mencegahnya, andaikata kita selalu terbenam tindakan yang salah dalam mensikapinya maka betapa terbayangkan hari-hari akan berlalu penuh kekecewaaan, penyesalan, keluh kesah, kedongkolan, hati yang galau, sungguh rugi padahal hidup ini hanya satu kali dan kejadian yang tak didugapun pasti akan terjadi lagi.
Ketahuilah kita punya rencana, Allah Swt pun punya rencana, dan yang pasti terjadi adalah apa yang menjadi rencana Allah Swt.

Yang lebih lucu serta menarik, yaitu kita sering marah dan kecewa dengan suatu kejadian namun setelah waktu berlalu ternyata "kejadian" tersebut begitu menguntungkan dan membawa hikmah yang sangat besar dan sangat bermanfaat, jauh lebih baik dari apa yang diharapkan sebelumnya.

Alkisah ada dua orang kakak beradik penjual tape, yang berangkat dari rumahnya di sebuah dusun pada pagi hari seusai shalat shubuh, di tengah pematang sawah tiba-tiba pikulan sang kakak berderak patah, pikulan di sebelah kiri masuk ke sawah dan yang di sebelah kanan masuk ke kolam. Betapa kaget, sedih, kesal dan merasa sangat sial, jualan belum, untung belum bahkan modalpun habis terbenam, dengan penuh kemurungan mereka kembali ke rumah. Tapi dua jam kemudian datang berita yang mengejutkan, ternyata kendaraan yang biasa ditumpangi para pedagang tape terkena musibah sehingga seluruh penumpangnya cedera bahkan diantaranya ada yang cedera berat, satu-satunya diantara kelompok pedagang yang senantiasa menggunakan angkutan tersebut yang selamat hanyala dirinya, yang tidak jadi berjualan karena pikulannya patah. Subhanalloh, dua jam sebelumnya patah pikulan dianggap kesialan besar, dua jam kemudian patah pikulan dianggap keberuntungan luar biasa.

Oleh karena itu "fa idzaa azamta fa tawaqqal alalloh" bulatkan tekad, sempurnakan ikhtiar namun hati harus tetap menyerahkan segala keputusan dan kejadian terbaik kepada Allah Swt. Dan siapkan mental kita untuk menerima apapun yang terbaik menurut ilmu Allah Swt.

Allah Swt, berfirman dalam Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 216, "Boleh jadi engkau tidak menyukai sesuatu padahal bagi Allah Swt lebih baik bagimu, dan boleh jadi engkau menyukai sesuatu padahal buruk dalam pandangan Allah Swt."

Maka jikalau dilamar seseorang, bersiaplah untuk menikah dan bersiap pula kalau tidak jadi nikah, karena yang melamar kita belumlah tentu jodoh terbaik seperti yang senantiasa diminta oleh dirinya maupun orang tuanya. Kalau mau mengikuti Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri, berjuanglah sungguh-sungguh untuk diterima di tempat yang dicita-citakan, namun siapkan pula diri ini andaikata Allah Yang MahaTahu bakat, karakter dan kemampuan kita sebenarnya akan menempatkan di tempat yang lebih cocok, walaupun tidak sesuai dengan rencana sebelumnya.

Melamar kerja, lamarlah dengan penuh kesungguhan, namun hati harus siap andaikata Allah Swt, tidak mengijinkan karena Allah Swt, tahu tempat jalan rizki yang lebih berkah.

Berbisnis ria, jadilah seorang profesional yang handal, namun ingat bahwa keuntungan yang besar yang kita rindukan belumlah tentu membawa maslahat bagi dunia akhirat kita, maka bersiaplah menerima untung terbaik menurut perhitungan Allah Swt. Demikianlah dalam segala urusan apapun yang kita hadapi.

2. Ridha
Siap menghadapi apa pun yang akan terjadi, dan bila terjadi, satu-satunya langkah awal yang harus dilakukan adalah mengolah hati kita agar ridha/rela akan kenyataan yang ada. Mengapa demikian? Karena walaupun dongkol, uring-uringan dan kecewa berat, tetap saja kenyataan itu sudah terjadi. Pendek kata, ridha atau tidak, kejadian itu tetap sudah terjadi. Maka, lebih baik hati kita ridha saja menerimanya.

Misalnya, kita memasak nasi, tetapi gagal dan malah menjadi bubur. Andaikata kita muntahkan kemarahan, tetap saja nasi telah menjadi bubur, dan tidak marah pun tetap bubur. Maka, daripada marah menzalimi orang lain dan memikirkan sesuatu yang membuat hati mendidih, lebih baik pikiran dan tubuh kita disibukkan pada hal yang lain, seperti mencari bawang goreng, ayam, cakweh, seledri, keripik, dan kecap supaya bubur tersebut bisa dibuat bubur ayam spesial. Dengan demikian, selain perasaan kita tidak jadi sengsara, nasi yang gagal pun tetap bisa dinikmati dengan lezat.
Kalau kita sedang jalan-jalan, tiba-tiba ada batu kecil nyasar entah dari mana dan mendarat tepat di kening kita, hati kita harus ridha, karena tidak ridha pun tetap benjol. Tentu saja, ridha atau rela terhadap suatu kejadian bukan berarti pasrah total sehingga tidak bertindak apa pun. Itu adalah pengertian yang keliru. Pasrah/ridha hanya amalan, hati kita menerima kenyataan yang ada, tetapi pikiran dan tubuh wajib ikhtiar untuk memperbaiki kenyataan dengan cara yang diridhai Allah Swt. Kondisi hati yang tenang atau ridha ini sangat membantu proses ikhtiar menjadi positif, optimal, dan bermutu.

Orang yang stress adalah orang yang tidak memiliki kesiapan mental untuk menerima kenyataan yang ada. Selalu saja pikirannya tidak realistis, tidak sesuai dengan kenyataan, sibuk menyesali dan mengandai - andai sesuatu yang sudah tidak ada atau tidak mungkin terjadi. Sungguh suatu kesengsaraan yang dibuat sendiri.
Misalkan tanah warisan telah dijual tahun yang lalu dan saat ini ternyata harga tanah tersebut melonjak berlipat ganda. Orang-orang yang malang selalu saja menyesali mengapa dahulu tergesa-gesa menjual tanah. Kalau saja mau ditangguhkan, niscaya akan lebih beruntung. Biasanya, hal ini dilanjutkan dengan bertengkar saling menyalahkan sehingga semakin lengkap saja penderitaan dan kerugian karena memikirkan tanah yang nyata-nyata telah menjadi milik orang lain.

Yang berbadan pendek, sibuk menyesali diri mengapa tidak jangkung. Setiap melihat tubuhnya ia kecewa, apalagi melihat yang lebih tinggi dari dirinya. Sayangnya, penyesalan ini tidak menambah satu senti pun jua. Yang memiliki orang tua kurang mampu atau telah bercerai, atau sudah meninggal sibuk menyalahkan dan menyesali keadaan, bahkan terkadang menjadi tidak mengenal sopan santun kepada keduanya, mempersatukan, atau menghidupkannya kembali. Sungguh banyak sekali kita temukan kesalahan berpikir, yang tidak menambah apa pun selain menyengsarakan diri.
Ketahuilah, hidup ini terdiri dari berbagai episode yang tidak monoton. Ini adalah kenyataan hidup, kenanglah perjalanan hidup kita yang telah lalu dan kita harus benar-benar arif menyikapi setiap episode dengan lapang dada, kepala dingin, dan hati yang ikhlas. Jangan selimuti diri dengan keluh kesah karena semua itu tidak menyelesaikan masalah, bahkan bisa jadi memperparah masalah.
Dengan demikian, hati harus ridha menerima apa pun kenyataan yang terjadi sambil ikhtiar memperbaiki kenyataan pada jalan yang diridhai Allah swt. ***


3.Jangan Mempersulit Diri
Andaikata kita mau jujur, sesungguhnya kita ini paling hobi mengarang, mendramatisasi, dan mempersulit diri. Sebagian besar penderitaan kita adalah hasil dramatisasi perasaan dan pikiran sendiri. Selain tidak pada tempatnya, pasti ia juga membuat masalah akan menjadi lebih besar, lebih seram, lebih dahsyat, lebih pahit, lebih gawat, lebih pilu daripada kenyataan yang aslinya, Tentu pada akhirnya kita akan merasa jauh lebih nelangsa, lebih repot di dalam menghadapinya/mengatasinya.

Orang yang menghadapi masa pensiun, terkadang jauh sebelumnya sudah merasa sengsara. Terbayang di benaknya saat gaji yang kecil, yang pasti tidak akan mencukupi kebutuhannya. Padahal, saat masih bekerja pun gajinya sudah pas-pasan. Ditambah lagi kebutuhan anak-anak yang kian membengkak, anggaran rumah tangga plus listrik, air, cicilan rumah yang belum lunas dan utang yang belum terbayar. Belum lagi sakit, tak ada anggaran untuk pengobatan, sementara umur makin menua, fisik kian melemah, semakin panjang derita kita buat, semakin panik menghadapi pensiun. Tentu saja sangat boleh kita memperkirakan kenyataan yang akan terjadi, namun seharusnya terkendali dengan baik. Jangan sampai perkiraan itu membuat kita putus asa dan sengsara sebelum waktunya.

Begitu banyak orang yang sudah pensiun ternyata tidak segawat yang diperkirakan atau bahkan jauh lebih tercukupi dan berbahagia daripada sebelumnya. Apakah Allah SWT. yang Mahakaya akan menjadi kikir terhadap para pensiunan, atau terhadap kakek-kakek dan nenek-nenek? Padahal, pensiun hanyalah salah satu episode hidup yang harus dijalani, yang tidak mempengaruhi janji dan kasih sayang Allah.

Maka, di dalam menghadapi persoalan apa pun jangan hanyut tenggelam dalam pikiran yang salah. Kita harus tenang, menguasai diri seraya merenungkan janji dan jaminan pertolongan Allah Swt. Bukankah kita sudah sering melalui masa-masa yang sangat sulit dan ternyata pada akhirnya bisa lolos?

Yakinlah bahwa Allah yang Mahatahu segalanya pasti telah mengukur ujian yang menimpa kita sesuai dengan dosis yang tepat dengan keadaan dan kemampuan kita. "Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu pasti ada kemudahan, dan sesudah kesulitan itu pasti ada kemudahan" (QS Al-Insyirah [94]:5-6). Sampai dua kali Allah Swt menegaskan janji-Nya. Tidak mungkin dalam hidup ini terus menerus mendapatkan kesulitan karena dunia bukanlah neraka. Demikian juga tidak mungkin dalam hidup ini terus menerus memperoleh kelapangan dan kemudahan karena dunia bukanlah surga. Segalanya pasti akan ada akhirnya dan dipergilirkan dengan keadilan Allah Swt.

4.Evaluasi Diri
Ketahuilah, hidup ini bagaikan gaung di pegunungan: apa yang kita bunyikan, suara itu pulalah yang akan kembali kepada kita. Artinya, segala yang terjadi pada kita adalah buah dari apa yang kita lakukan. "Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat zarah pun, niscaya dia akan melihat balasannya. Dan barang siapa yang mengerjakan kejahatan seberat zarah pun, niscaya dia akan melihat balasannya pula" (QS Al-ZalZalah [99]: 7-8)

Allah Swt Maha Peka terhadap apapun yang kita lakukan. Dengan keadilan-Nya tidak akan ada yang meleset, siapa pun yang berbuat, sekecil dan setersembunyi apapun kebaikan, niscaya Allah Swt, akan membalas berlipat ganda dengan aneka bentuk yang terbaik menurut-Nya. Sebaliknya, kezaliman sehalus apapun yang kita lakukan yang tampaknya seperti menzalimi orang lain, padahal sesungguhnya menzalimi diri sendiri, akan mengundang bencana balasan dari Allah Swt, yang pasti lebih getir dan gawat. Naudzubillah.

Andaikata ada batu yang menghantam kening kita, selain hati harus ridha, kita pun harus merenung, mengapa Allah menimpakan batu ini tepat ke kening kita, padahal lapangan begitu luas dan kepala ini begitu kecil? Bisa jadi semua ini adalah peringatan bahwa kita sangat sering lalai bersujud, atau sujud kita lalai dari mengingat-Nya. Allah tidak menciptakan sesuatu dengan sia-sia, pasti segalanya ada hikmahnya.

Dompet hilang? Mengapa dari satu bus, hanya kita yang ditakdirkan hilang dompet? Jangan sibuk menyalahkan pencopet karena memang sudah jelas ia salah dan memang begitu pekerjaannya. Renungkankah: boleh jadi kita ini termasuk si kikir, si pelit, dan Allah Mahatahu jumlah zakat dan sedekah yang dikeluarkan. Tidak ada kesulitan bagi-Nya untuk mengambil apapun yang dititipkan kepada hamba-hamba-Nya.

Anak nakal, suami kurang betah di rumah dan kurang mesra, rezeki seret dan sulit, bibir sariawan terus menerus, atau apa saja kejadian yang menimpa dan dalam bentuk apapun adalah sarana yang paling tepat untuk mengevaluasi segala yang terjadi. Pasti ada hikmah tersendiri yang sangat bermanfaat, andaikata kita mau bersungguh-sungguh merenunginya dengan benar.

Jangan terjebak pada sikap yang hanya menyalahkan orang lain karena tindakan emosional seperti ini hanya sedikit sekali memberi nilai tambah bagi kepribadian kita. Bahkan, apabila tidak tepat dan berlebihan, akan menimbulkan kebencian dan masalah baru.

Ketahuilah dengan sungguh-sungguh, dengan mengubah diri, berarti pula kita mengubah orang lain. Camkan bahwa orang lain tidak hanya punya telinga, tetapi mereka pun memiliki mata, perasaan, pikiran yang dapat menilai siapa diri kita yang sebenarnya.

Jadikanlah setiap masalah sebagai sarana efektif untuk mengevaluasi dan memperbaiki diri karena hal itulah yang menjadi keuntungan bagi diri dan dapat mengundang pertolongan Allah Swt.


5. Hanya Allah-lah Satu satunya Penolong
Sesungguhnya tidak akan terjadi sesuatu kecuali dengan izin Allah Swt. Baik berupa musibah maupun nikmat. Walaupun bergabung jin dan manusia seluruhnya untuk mencelakakan kita, demi Allah tidak akan jatuh satu helai rambut pun tanpa izin-Nya. Begitu pun sebaliknya, walaupun bergabung jin dan manusia menjanjikan akan menolong atau memberi sesuatu, tidak pernah akan datang satu sen pun tanpa izin-Nya.

Mati-matian kita ikhtiar dan meminta bantuan siapapun, tanpa izin-Nya tak akan pernah terjadi yang kita harapkan. Maka, sebodoh-bodoh kita adalah orang yang paling berharap dan takut kepada selain Allah Swt. Itulah biang kesengsaraan dan biang menjauhnya pertolongan Allah Swt.

Ketahuilah, makhluk itu "La haula wala quwata illa billahil' aliyyil ' azhim" tiada daya dan tiada upaya kecuali pertolongan Allah Yang MahaAgung. Asal kita hanyalah dari setetes sperma, ujungnya jadi bangkai, ke mana-mana membawa kotoran.

Allah menjanjikan dalam Surah Al-Thalaq ayat 2 dan 3, "Barang siapa yang bersungguh-sungguh mendekati Allah (bertaqwa), niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar bagi setiap urusannya, dan akan diberi rezeki dari tempat yang tidak disangka-sangka. Dan barang siapa yang bertawakal hanya kepada Allah, niscaya akan dicukupi segala kebutuhannya."

Jika kita menyadari dan meyakininya, kita memiliki bekal yang sangat kukuh untuk mengarungi hidup ini, tidak pernah gentar menghadapi persoalan apapun karena sesungguhnya yang paling mengetahui struktur masalah kita yang sebenarnya berikut segala jalan keluar terbaik hanyalah Allah Swt Yang Mahasempurna. Dia sendiri berjanji akan memberi jalan keluar dari segala masalah, sepelik dan seberat apapun karena bagi Dia tidak ada yang rumit dan pelik, semuanya serba mudah dalam genggaman kekuasaan-Nya.

Pendek kata, jangan takut menghadapi masalah, tetapi takutlah tidak mendapat pertolongan Allah dalam menghadapinya. Tanpa pertolongan-Nya, kita akan terus berkelana dalam kesusahan, dari satu persoalan ke persoalan lain, tanpa nilai tambah bagi dunia dan akhirat kita… benar-benar suatu kerugian yang nyata.

Terimalah ucapan selamat berbahagia, bagi saudara-saudaraku yang taat kepada Allah dan semakin taat lagi ketika diberi kesusahan dan kesenangan, shalatnya terjaga, akhlaknya mulia, dermawan, hati bersih, dan larut dalam amal-amal yang disukai Allah.

InsyaAllah, masalah yang ada akan menjadi jalan pendidikan dan Allah yang akan semakin mematangkan diri, mendewasakan, menambah ilmu, meluaskan pengalaman, melipatgandakan ganjaran, dan menjadikan hidup ini jauh lebih bermutu, mulia, dan terhormat di dunia akhirat.

Semoga, dengan izin Allah, uraian ini ada manfaatnya. ***



Penulis: KH Abdullah Gymnastiar

17 Desember, 2008

MENGHIDUPKAN PATRIOTISME..


Dari satu episode sejarah hidup Sun Tzu, selain soal strategi perang, ada dua hal yang perlu kita garis bawahi. Pertama soal patriotisme atau kecintaan terhadap rakyat dan negara, dan kedua tentang pengorbanan. Dalam episode sejarah tersebut, dikisahkah tentang patriotisme yang tergambar dari pembelaan Raja Si terhadap nasib rakyat dan negerinya. Raja Si memang lemah, ceroboh, dan ini cacat bagi seorang pemimpin negara. Tapi kemuliaan yang dipertontonkan Raja Si adalah pembelaannya atas nasib rakyatnya di atas kepentingan keluarga dan pribadi. Dia rela mengorbankan kedua puteranya. Jika negara ingin eksis, kecintaan terhadap rakyat dan pengorbanan besar saja tidaklah cukup jika strateginya salah.
Sementara Sun Tzu sebagai Panglima Perang menunjukkan kualitas integritasnya yang luar biasa. Berbeda dengan Raja Si yang berkorban sebagai akibat dari kecerobohannya, Sun Tzu berkorban demi strategi perangnya. Jika Raja Si berkorban dalam posisi terjepit, Sun Tzu berkorban dalam posisi menjepit. Sekali lagi, inilah letak fundamentalnya strategi perang. Seperti disampaikan Sun Tzu, dalam perang utamakan strategi.
Kecintaan tokoh-tokoh tadi terhadap rakyat, bangsa, dan negara memang sangat menggetarkan. Integritas Sun Tzu dalam mengemban amanat negara dan cita-citanya, mengingatkan saya pada Maha Patih Gadjah Mada dengan Sumpah Palapanya yang termasyur itu. Sejarah mencatat, kerajaan Majapahit yang besar dan terhormat membutuhkan tokoh besar untuk menyatukan Nusantara.
Jika kita tengok situasi Indonesia sekarang, terbetik harapan, akankah kita memiliki tokoh-tokoh besar seperti Gadjah Mada? Rasanya, kita membutuhkan putera-puteri berkualitas seperti Gadjah Mada di segala lapangan kehidupan. Kita membutuhkan anak-anak bangsa yang memiliki kecintaan yang dalam terhadap bangsa dan negaranya. Yang berkomitmen dan mau bekerja keras untuk mengangkat martabat bangsanya. Yang sungguh-sungguh melakukan aksi nyata untuk membangkitkan bangsa ini. Bahkan bila perlu berkorban demi Indonesia tercinta.
Mari bertanya pada diri sendiri, apa yang patut kita berikan untuk rakyat, bangsa, dan negara tercinta ini? Mari, mulai saat ini juga, dalam setiap hal kecil apapun yang kita lakukan, arahkan itu supaya menjadi sumber-sumber kebanggaan bagi negeri ini. Dan saya yakin, kita akan segera menyongsong lahirnya Gadjah Mada-Gadjah Mada era Indonesia Baru.

14 Desember, 2008

JANGAN PERNAH MENGUKUR KEBERHASILAN DENGAN TEPUK TANGAN



Bila anda lakukan sesuatu yang baik dan orang memuji, lalu ada rasa senang, maka itu tak apa. Rasa senang muncul bukan karena kehendak anda. Rasa senang itu bagai belaian alam yang mengusap keringat anda; mengubah butir-butirnya menjadi gula-gula pemanis.

Namun, bila kemudian anda menikmatinya dan bekerja demi memperoleh kesenangan dari pujian itu, maka itu mara. Itu petaka. Saat itu anda telah
kehilangan kebebasan dalam berkebaikan. Anda seolah bekerja keras agar
orang lain puas, padahal gelisah menanti ceceran remah-remah sanjungan.

Jangan demikian. Jangan timbang keberhasilan anda dari seberapa tinggi salut orang lain pada anda. Seluruh bakat anda anugerah alam, maka kembalikan ia pada alam. Lepaskan itu sebagaimana anda melepaskan rajawali. Seperti kata seorang pujangga bahwa rajawali milik langit, biarkan ia ditelan langit.

Jangan pernah berpikir akan pujian kerjakanlah yang terbaik....

JADILAH PEMBUAT PIPA BUKAN PEMBAWA EMBER


Ini adalah cerita lama tentang Pablo dan Bruno yang saya dengar dari Burke Hedges ketika datang ke Jakarta tahun 2002 lalu. Ia pun menulis cerita inspiratif ini di bukunya The Parable of The Pipeline (Membangun Pipa Kekayaan). Cerita ini saya tuliskan kembali untuk mengingatkan saya sendiri sekaligus pembaca blog ini. Banyak pelajaran yang bisa dipetik dari cerita sederhana namun penuh makna ini.Di tahun 1801, Pablo dan Bruno adalah dua orang saudara sepupu yang tinggal di sebuah lembah di Italia.Keduanya adalah pemuda yang bersemangat tinggi untuk maju dan meraih cita-cita.Mereka pun berkhayal, suatu saat akan menjadi orang terkaya di desanya.Suatu hari, kesempatan pun tiba. Kepala desa mencari 2 orang pemuda untuk membawa air dari sungai yang terletak di pinggir desa ke tempat penampungan air di tengah desa itu.Pablo dan Bruno mengajukan diri dan mengajukan diri dan mendapat kesempatan itu.Kemudian keduanya mulai mengangkut air dengan ember. Sepanjang hari mereka bolak balik mengisi bak penampungan. Mereka digaji berdasarkan jumlah ember yang masing-masing mereka bawa."Wow, kita akan menjadi orang kaya!", teriak Bruno dengan riang.Namun Pablo tidak merasa seperti itu. Ia tidak yakin akan kaya dengan cara seperti itu.Begitu tiba di rumah, ia merasakan punggungnya pegal-pegal. Telapak tangannya nyeri karena lecet.Pablo berpikir bagaimana caranya supaya bisa mengisi bak penampungan tanpa harus bolak-balik, punggung pegal dan tangan nyeri.Ia tak mau melakukan pekerjaan seperti itu sepanjang hidupnya.Ia mengajukan rencana kepada Bruno. "Bagaimana kalau kita membangun saluran pipa?"" Saluran pipa? Ide apa itu? Kita sudah mendapatkan pekerjaan yang bagus dan menghasilkan uang yang banyak, Pablo", jawab Bruno. "Dengan upah satu sen setiap ember, kita bisa mendapatkan satu dollar per hari. Ini berarti, setiap minggu kita bisa membeli sepatu baru". "Setiap bulan kita bisa membeli seekor sapi, dan setahun kemudian kita bisa membangun rumah".Ide Pablo ditolak mentah-mentah. Tapi Pablo tidak putus asa. Ia yakin dengan idenya itu. Ia tidak mau seumur hidup mejadi pembawa ember. Akhirnya ia memutuskan untuk bekerja paruh waktu saja. Selepas membawa ember, di sisa waktunya ia gunakan untuk membangun pipa. Ternyata, sangat sulit untuk membangun pipa-pipa itu. Tanah keras dan berbatu menyulitkannya dalam menggali. Punggung dan tangannya malah bertambah nyeri dibuatnya.Namun ia tabah. Ia yakin dengan visinya. Bahwa suatu saat, mungkin dalam 2 tahun ke depan saluran pipanya akan terwujud dan berfungsi seperti yang diharapkan.Bruno dan orang-orang sedesa pun mulai mengolok-olok Pablo. Mereka mengejek "Pablo si manusia saluran pipa". Bruno sekarang punya penghasilan dua kali lipat dibandingkan Pablo. Ia selalu memamerkan barang baru yang dibelinya.Ia telah membeli baju, keledai dan rumah mewah. Ia pun gemar nongkrong di rumah makan sambil minum-minum. Orang-orang di desa pun memanggilnya Mr. Bruno. Kini pemandangan menjadi kontras. Sementara Bruno asyik menikmati jerih payahnya, Pablo masih sibuk siang malam membangun saluran pipanya. Di bulan-bulan awal, pekerjaan itu masih belum menunjukkan hasil meski pun segenap daya dan upaya telah dikerahkannya.Pablo meyakini bahwa tindakan-tindakan kecil yang dilakukannya hari ini akan menghasilkan sesuatu yang besar. Sedikit demi sedikit lama-lama menjadi bukit. Akhirnya, setelah lebih dari setahun saluran pipa itu pun mendekati rampung. Hanya dalam hitungan waktu, pipa-pipa itu akan bisa disaluri air. Sementara Bruno pun masih terus sibuk mengangkati ember. Makin hari ia makin sibuk. Bahunya mulai kelihatan membungkuk. Ia sering menyeringai kesakitan.Ia mulai kecewa dengan "takdirnya" yang harus mengangkut ember sepanjang hidupnya. Bruno makin jarang terlihat santai dan menikmati hidup.Akhirnya, saat yang dinantikan pun tiba.Terjadilah kegemparan di seantero desa.Saluran pipa itu telah selesai. Seluruh penduduk berkumpul di sekitar bak penampungan untuk menyaksikan air mengalir dari saluran pipa.Sejak saat itu Pablo tidak perlu lagi membawa ember. Airnya terus mengalir, saat dia bekerja atau pun tidak.Airnya terus mengalir saat ia tidur nyenyak atau berlibur.Semakin banyak air mengalir, semakin banyak pula uang yang diterimanya.Pablo mendapat gelar baru sebagai "manusia ajaib". Para politisi memujinya setinggi langit. Ia pun dicalonkan menjadi walikota.Namun bagi Pablo semua itu hanyalah pencapaian awal. Ia punya cita-cita yang lebih besar lagi.Pablo ingin membangun saluran pipa di seluruh dunia!Semoga bermanfaat.Salam FUUUNtastic!Wassalam,

JANGAN PERNAH BERHENTI BELAJAR


Ada sebuah ungkapan yang berbunyi, "Learning is never ending adventures." Yang artinya, pembelajaran adalah proses petualangan yang tiada akhirnya. Dikaitkan dengan strategi perang Sun Tzu, apa makna ungkapan ini?
Maknanya adalah, sekalipun musuh tidak menyerang, kita jangan hanya menunggu atau berdiam diri saja. Walaupun musuh sedang melemah, kita tidak boleh kehilangan kewaspadaan atau berhenti memperkuat pertahanan diri kita. Jangan menunggu diserang musuh baru kemudian berbenah. Sebab terlambat berbenah berarti kalah!
Dalam bidang bisnis, kita pun harus terus menjaga diri dan terus meningkatkan kewaspadaan. Bagaimana caranya? Caranya adalah dengan meningkatkan kekuatan dan kemampuan kita melalui proses pembelajaran yang kontinyu. Berikutnya, selalu mengamati dan menganalisis perkembangan situasi pasar yang makin kompetitif.
Contoh; dalam perusahaan, kita bisa meningkatkan kemampuan para staf kita melalui pelatihan-pelatihan di bidangnya masing-masing. Baik itu pelatihan yang sifatnya mendongkrak professional skill mereka maupun pelatihan untuk manajemen dan pengembangan diri.
Yang lain, kita bisa mengembangkan sebuah budaya kerja yang terkoordinasi dengan baik, profesional, produktif, serta memiliki disiplin yang sangat tinggi. Dan tidak boleh ketinggalan, kita harus kembangkan visi dan misi perusahaan yang jauh ke depan. Pada tahap inilah, seorang pemimpin perusahaan sangat besar peranannya dalam menggerakkan perusahaan pada arah dan tujuan yang sama.
Melalui proses pembelajaran ini, biasanya kita bisa lebih dalam mengevaluasi dan memperbaiki diri. Mengetahui titik-titik kelemahan maupun kekuatan perusahaan kita. Kita akan tahu divisi mana yang kuat atau lemah SDM-nya dan bagaimana memperbaikinya. Kita bisa tahu apakah perusahaan telah terjadi pemborosan sumber daya dan bagaimana menambalnya. Kita bisa tahu apakah target-target perusahaan bisa diraih dengan cara yang efektif dan efesien, atau sebaliknya justru melenceng dari sasaran. Kita juga bisa tahu apakah budaya dan etos kerja di perusahaan itu sehat dan mendukung diperolehnya profit maksimal, atau justru sebaliknya tercipta budaya kerja yang boros dan tidak produktif.
Apa pun bisnis atau bidang gerak perusahaan kita, selalu akan atau sudah ada kompetitor. Walaupun saat ini kita sedang menikmati puncak keberhasilan tanpa saingan berarti, jangan pernah mengurangi kewaspadaan sedikit pun juga, jangan pernah berhenti belajar, dan jangan pernah berhenti memperbaiki diri. Hanya dengan cara demikian bisnis kita akan tetap eksis di tengah segala medan persaingan.

HARTA KARUN DARI AIR TERRJUN


Ada berbagai macam cara melakukan silaturahmi. Salah satunya melalui SMS. Dan karena keterbatasan waktu dan tenaga, kadang saya mengunjungi sejumlah teman melalui SMS. Pada sebuah kesempatan, salah satu SMS tadi dikirim dengan gambar kupu-kupu diikuti pesan sederhana : "kupu-kupu ini membawa dompet yang isinya tidak pernah habis, yakni persahabatan." Banyak sahabat yang berespon positif dan merasakan diri ini hadir dalam kehidupan mereka sesaat kemudian. Tidak sedikit yang mengatakan tersentuh.

Akan tetapi, di sebuah kesempatan pernah ada suara Ibu yang marah-marah ke saya akibat pesan SMS di atas. Seperti sedang mewawancarai calon karyawan, ditanyalah saya ke sana dan ke mari. Setelah didengarkan secara sabar, rupanya ia curiga sama suaminya. Dia kira pesan SMS di atas datang dari wanita lain dan nama saya hanya dipinjam sebagai judul tipuan. Dan ditutuplah telepon dengan keras tanpa mengucapkan terima kasih.

Inilah sekelumit kehidupan dalam kekinian. Di mana kecurigaan, kekakuan, ketakutan sudah menjadi beban berat kehidupan yang digendong orang ke mana-mana. Kalau kemudian, perjalanan kehidupan terasa sangat berat, lebih karena manusia sendiri yang rela menggendongnya ke mana-mana. Tidak hanya Ibu tadi, sayapun pernah menggendong beban-beban berat yang tidak perlu. Ada beban takut masa depan, ada beban khawatir tentang sekolah putera-puteri, ada rasa khawatir ditinggal orang-orang tercinta.

Hanya saja, setelah mengunjungi kolam-kolam kejernihan, ada rasa bersalah terhadap masa lalu yang tidak berdosa. Masa lalu yang sebenarnya bersih dan jernih, terpaksa harus kotor karena kesukaan untuk takut, ngotot dan memaksa. Dan ketika lelah, baru mengunjungi kejernihan. Dalam salah satu kunjungan saya pada kejernihan, sebuah buku sederhana berjudul "Zen Path To Harmony" yang berisi kumpulan gambar dan tidak jelas siapa editornya, pernah menghadirkan pesan menyentuh.

Dengan latar belakang gambar air terjun alami nan indah, buku ini mengutip pendapat Chuang Tzu : "Flow with whatever may happen and let your mind be free : Stay centered by accepting whatever you are doing. This is the ultimate. " Pertama kali pesan ini terbaca mata, ada keindahan, keteduhan dan ketenteraman yang dibawakan air terjun rupanya. Ketika hidup sudah mengalir dengan apa saja yang mungkin terjadi, kemudian dengan modal tadi manusia belajar "terpusat" dengan menerima proses yang sedang terjadi, tatkala itu juga perjalanan sampai di puncak kehidupan.

Mengalir itu modal pertama. Terpusat pada proses yang sedang terjadi, itu modal kedua. Serupa dengan aliran air di sungai, kehidupan tidak saja terus berjalan. Tetapi yang lebih inspiratif, kelenturanlah yang membuat air bisa melewati setiap rintangan. Demikian juga dengan kehidupan. Ada seorang peneliti yang pernah meneliti ciri-ciri kejiwaan orang yang pernah terkena serangan jantung. Rupanya, lebih delapan puluh persen dari lima ratus responden menunjukkan tanda-tanda hidup yang ngotot dan kaku.

Tidak selamanya sikap ngotot dan kaku itu berwajah buruk tentu saja. Banyak kemajuan justru didorong oleh kengototan untuk mencapai tujuan. Cuman, kengototan di semua tempat dan semua keadaan, sungguh sebuah kegiatan yang mencelakakan. Lebih-lebih kalau kengototan itu ditujukan ke orang yang kita temui di cermin setiap harinya. Tidak hanya sering memproduksi penyakit, melainkan juga wajah kehidupan kita hadir di diri sendiri maupun orang lain dengan penuh kerut.

Ada yang menyebut kehidupan mengalir seperti ini sebagai sikap pasrah yang tidak produktif. Dan tentu saja boleh menyebutnya demikian. Cuman, dalam kedalaman kolam kontemplasi, justru dalam mengalir itu sendirilah terletak banyak misteri kehidupan yang tidak bisa diberikan oleh reputasi, harta dan bahkan tahta.

Lebih-lebih kalau keadaan mengalir tadi dilengkapi dengan keterpusatan pada proses yang sedang terjadi ? dan menyongsong hasilnya hanya dengan kendaraan keikhlasan. Sejumlah sahabat jernih menyebutkan, inilah yang kerap disebut dengan pencerahan. Sangat sedikit orang yang pernah sampai di sana. Dan ternyata, harta karun kehidupan terakhir tersembunyi di setiap air terjun.

Dengan kesadaran seperti ini, tentu saja tidak disarankan untuk meninggalkan pekerjaan, keluarga dan bahkan masyarakat untuk pergi ke air terjun. Air terjun simbolik tadi sebenarnya ada di mana-mana, kita bawa ke mana-mana. Suara-suara jernihnya pun berbisik setiap saat. Cuman, melalui kesukaan orang untuk hidup secara ngotot akan hasil, kemudian telinga-telinga kehidupan menjadi tuli akan suara terakhir. Apa lagi kengototan tadi bertemu dengan pikiran yang tidak pernah terpusat di hari ini. Jadilah ia semacam kombinasi yang berujung pada kehidupan tidak nyata. Jauh dari keseharian, jauh juga dari dari kejernihan.

Saya tidak berani menghakimi kehidupan demikian sebagai kehidupan yang keliru. Hanya merasa sayang saja, kalau harta karun yang demikian berharga, yang tersembunyi di air terjun yang kita bawa kemana-mana, kemudian jadi kekayaan yang terbuang percuma. Lebih dari sekadar sayang karena terbuang, keadaan seperti ini juga yang membuat Kabir pernah tertawa : "Saya tertawa, ikan mati kehausan di dalam air!"

KEKAYAAN MANUSIA SEJATI


SEORANG sahabat yang mulai kelelahan hidup, pagi bangun, berangkat ke kantor, pulang malam dalam kelelahan, serta amat jarang bisa merasakan sinar matahari di kulit, kemudian bertanya: untuk apa hidup ini? Ada juga orang tua yang sudah benar-benar lelah mengungsi (kecil mengungsi di rumah orang tua, dewasa mengungsi ke lembaga pernikahan, tua mengungsi di rumah sakit), dan juga bertanya serupa.

Objek sekaligus subjek yang dikejar dalam hidup memang bermacam-macam. Ada yang mencari kekayaan, ada yang mengejar keterkenalan, ada yang lapar dengan kekaguman orang, ada yang demikian seriusnya di jalan-jalan spiritual sampai mengorbankan hampir segala-galanya. Dan tentu saja sudah menjadi hak masing-masing orang untuk memilih jalur bagi diri sendiri.

Namun yang paling banyak mendapat pengikut adalah mereka yang berjalan atau berlari memburu kekayaan (luar maupun dalam). Pedagang, pengusaha, pegawai, pejabat, petani, tentara, supir, penekun spiritual sampai dengan tukang sapu, tidak sedikit kepalanya yang diisi oleh gambar-gambar hidup agar cepat kaya. Sebagian bahkan mengambil jalan-jalan pintas.

Yang jelas, pilihan menjadi kaya tentu sebuah pilihan yang bisa dimengerti. Terutama dengan kaya materi manusia bisa melakukan lebih banyak hal. Dengan kekayaan di dalam, manusia bisa berjalan lebih jauh di jalan-jalan kehidupan. Dan soal jalur mana untuk menjadi kaya yang akan ditempuh, pilihan yang tersedia memang amat melimpah. Dari jualan asuransi, ikut MLM, memimpin perusahaan, jadi pengusaha, sampai dengan jadi pejabat tinggi. Namun, salah seorang orang bijak dari timur pernah menganjurkan sebuah jalan: contentment is the greatest wealth. Tentu agak unik kedengarannya. Terutama di zaman
yang serba penuh dengan hiruk pikuk pencarian keluar. Menyebut cukup sebagai kekayaan manusia terbesar, tentu bisa dikira dan dituduh miring.

Ada yang mengira menganjurkan kemalasan, ada yang menuduh sebagai antikemajuan. Dan tentu saja tidak dilarang untuk berpikir seperti ini. Cuma, bagi setiap pejalan kehidupan yang sudah mencoba serta berjalan jauh di jalur-jalur "cukup", segera akan mengerti, memang merasa cukuplah kekayaan manusia yang terbesar. Bukan merasa cukup kemudian berhenti berusaha dan bekerja.

Sekali lagi bukan. Terutama karena hidup serta alam memang berputar melalui hukum-hukum kerja. Sekaligus memberikan pilihan mengagumkan, bekerja dan lakukan tugas masing-masing sebaik-baiknya, namun terimalah hasilnya dengan rasa cukup.

Dan ada yang berbeda jauh di dalam sini, ketika tugas dan kerja keras sudah dipeluk dengan perasaan cukup. Tugasnya berjalan, kerja kerasnya juga berputar. Namun rasa syukurnya mengagumkan. Sekaligus membukakan pintu bagi perjalanan kehidupan yang penuh kemesraan. Tidak saja dengan diri sendiri, keluarga, tetangga serta teman. Dengan semua perwujudan Tuhan manusia mudah terhubung ketika rasa syukurnya mengagumkan. Tidak saja dalam keramaian manusia menemukan banyak kawan, di hutan yang paling sepi sekalipun ia menemukan banyak teman.

Dalam terang cahaya pemahaman seperti ini, rupanya merasa cukup jauh dari lebih sekadar memaksa diri agar damai. Awalnya, apapun memang diikuti keterpaksaan. Namun begitu merasa cukup menjadi sebuah kebiasaan, manusia seperti terlempar dengan nyaman ke sarang laba-laba kehidupan.

Di mana semuanya (manusia, binatang, tetumbuhan, batu, air, awan, langit, matahari, dll) serba terhubung, sekaligus menyediakan rasa aman nyaman di sebuah titik pusat.

Orang tua mengajarkan hidup berputar seperti roda. Dan setiap pencarian kekayaan ke luar yang tidak mengenal rasa cukup, mudah sekali membuat manusia terguncang menakutkan di pinggir roda. Namun di titik pusat, tidak ada putaran. Yang ada hanya rasa cukup yang bersahabatkan hening, jernih sekaligus kaya. Bagi yang belum pernah mencoba, apa lagi diselimuti ketakutan, keraguan dan iri hati, hidup di titik pusat berbekalkan rasa cukup memang tidak terbayangkan. Hanya keberanian untuk melatih dirilah yang bisa membukakan pintu dalam hal ini.

Hidup yang ideal memang kaya di luar sekaligus di dalam. Dan ini bisa ditemukan orang-orang yang mampu mengkombinasikan antara kerja keras di satu sisi, serta rasa cukup di lain sisi. Bila orang-orang seperti ini berjalan lebih jauh lagi di jalan yang sama, akan datang suatu waktu dimana amat bahagia dengan hidup yang bodoh di luar, namun pintar mengagumkan di dalam. Biasa tampak luarnya, namun luar biasa pengalaman di dalamnya. Ini bisa terjadi, karena rasa cukup membawa manusia pelan-pelan mengurangi ketergantungan akan penilaian orang
lain. Jangankan dinilai baik dan pintar, dinilai buruk sekaligus bodoh pun tidak ada masalah.

Salah satu manusia yang sudah sampai di sini bernama Susana Tamaro. Dalam novel indahnya berjudul 'pergi ke mana hati membawamu' ia kurang lebih menulis: kata-kata ibarat sapu. Ketika dipakai menyapu, lantai lebih bersih namun debu terbang ke mana-mana. Dan hening ibarat lap pel. Lantai bersih tanpa membuat debu terbang. Dengan kata lain, pujian, makian, kekaguman, kebencian dan kata-kata manusia sejenis, hanya menjernihkan sebagian, sekaligus memperkotor di bagian lain (seperti sapu). Sedangkan hening di dalam bersama rasa cukup seperti lap pel, bersih, jernih tanpa menimbulkan dampak negatif.
Manusia lain yang juga sampai di sini bernama Chogyum Trungpa, di salah satu karyanya yang mengagumkan (Shambala, The sacred path of the warrior), ia menulis: this basic wisdom of Shambala is that in this world, as it is, we can find a good and meaningful human life that will also serve others. That is our richness. Itulah kekayaan yang mengagumkan, bahwa dalam hidup yang sebagaimana adanya (bukan yang seharusnya) kita bisa menemukan kehidupan berguna sekaligus pelayanan bermakna buat pihak lain. ***

Gede Prama adalah pencinta keheningan, tinggal di Jakarta (Sinar Harapan)

09 Desember, 2008

SEMANGAT BERKORBAN


Hari Raya Iedul Adha merupakan hari raya berkorban bagi umat muslim di diseluruh dunia. Iedul Adha diperingati atas pengorbanan Nabi Ibrahim AS yang mendapatkan perintah langsung dari Allah SWT untuk menyembelih putranya tercinta yakni Ismail. Kepatuhan Nabi Ibrahim atas perintah dari Allah SWT sungguh suatu ibadah yang tak ternilai disisi Allah. Atas rahmat dari Allah SWT jualah maka Ismail yang sediakan akan disembelih berubah menjadi seekor Qibash. Ibadah korban merupakan penyempurnaan atas imam seorang atas agama Islam yang dianutnya. Jika dibandingkan dengan pengorbanan Nabi Ibrahim AS dan Ismail putranya menjalankan perintah Qurban, maka memyembelih seekor kambing ataupun sapi saat ini belum ada seberapanya.

Semangat berkorban tentu bukan saja dijewantahkan berupa memotong hewan qurban saja tapi bisa dilakukan dalam semangat yang lain. Banyak orang yang berani berkorban atas jiwa dan raganya untuk kemerdekaan bangsanya, pengorbanan seperti ini tentu sangat berrnilai disisi Allah SWT dan generasi penerusnya. Gelar pahlawan kemerdekaan lantas disematkan kepada mereka yang gagah berani tersebut.

Semangat berkorban juga diperlukan dalam menyelamatkan kehidupan berbangsa dan bernegara saat ini dengan usaha keras memajukan kesejahteraan hidup rakyat banyak, memberantas korupsi, sampai membela negara dari ancaman separatis dari dalam dan invasi dari luar negeri. Mereka yang meletakkan kepentingan bangsa dan orang banyak atau rakyat diatas kepentingan pribadi, golongan, dan pihak-paihak lain pantas juga kita sebut sebagai pejuang.

Semangat berkorban memang perlu kita tumbuhkan kepada diri kita sendiri terlebih dahulu baru kita tularkan kepada orang lain karena pengorbanan tanpa contoh yang konkrit dari diri sendiri adalah sia-sia. Selamat berkorban dalam membantu orang lain lebih mulia jika dimulai dari diri sendiri.

HADIAH TERBAIK UNTUK DIRI SENDIRI


Setiap orang pernah mengalami masa-masa sulit dalam kehidupan. Ada masa sulit dalam berumah tangga, kehidupan karir, kesehatan, atau kehidupan pribadi yang diguncang badai. Kebanyakan juga setuju kalau masa-masa sulit ini bukanlah keadaan yang diinginkan. Sebagian orang bahkan berdoa, agar sejarang mungkin digoda oleh keadaan-keadaan sulit. Sebagian lagi yang dihinggapi oleh kemewahan hidup ala anak-anak kecil, mau membuang jauh-jauh, atau lari sekencang-kencangnya dari godaan hidup sulit.

Akan tetapi, sekencang apapun kita menjauh dari kesulitan, ia tetap akan menyentuh badan dan jiwa ini di waktu-waktu ketika ia harus datang berkunjung. Rumus besi kehidupan seperti ini, memang berlaku pada semua manusia, bahkan juga berlaku untuk seorang raja dan p! enguasa yang paling berkuasa sekalipun.

Sadar akan hal inilah, saya sering mendidik diri untuk ikhlas ketika kesulitan datang berkunjung. Syukur-syukur bisa tersenyum memeluk kesulitan. Tidak dibuat sakit dan frustrasi saja saya sudah sangat bersyukur. Pelukan-pelukan kebijakan seperti inilah yang datang ketika sang hidup sempat membanting saya dari sebuah ketinggian. Sakit memang, tapi karena ia sudah saatnya datang berkunjung, dan kita tidak punya pilihan lain terkecuali membukakan pintu rumah kehidupan, maka seterpaksa apapun hanya keikhlasanlah satu-satunya modal berguna dalam hal ini.

Senyum penerimaan terhadap kesulitan memang terasa kecut di bibir. Dan sebagaimana logam yang sedang dibuat menjadi patung indah, kesulitan memang terasa seperti semprotan panasnya api mesin las, dihajar oleh palu besar, kencangnya cubitan tang, menyakitkannya goresan-goresan amplas kasar, atau malah tidak enaknya bau cat yang menyelimuti selu! ruh badan patung logam. Semua tahu, kalau badan dan jiwa ini kemudian akan menjadi 'patung logam' yang lebih indah dari sebelumnya. Tetapi tetap saja ada sisa-sisa ketakutan - dan bahkan mungkin trauma - yang membuat kita manusia menghindar dari kesulitan.

Cuma selebar apapun goresan luka yang dibuat oleh kesulitan, ada mahluk yang amat berguna dan amat dibutuhkan dalam pengalaman-pengalaman menyakitkan ini, ia bernama sahabat. Tidak semua sahabat fasih memberikan nasehat. Tetapi dengan kesediaannya untuk mendengar, sinaran mata yang berisi empati, kesediaan untuk menjaga rahasia, sahabat menjadi permata berlian yang amat berguna dalam keadaan-keadaan ini.

Di rumah saya memiliki seorang sahabat yang amat mengagumkan. Dari segi pendidikan formal ia hanya tamatan SMU. Bahkan SMU tempat ia bersekolah dulu sudah bubar, sebagai tanda ia bukanlah berasal dari sekolah yang terlalu membanggakan. Namun nasehat serta keteladanan hidupnya kadang mengagumkan.

Di kantor saya memiliki sejumlah bawahan yang datang sama manisnya baik ketika dipuji maupun setelah di! maki. Seorang tetangga menelpon, mengirim SMS dan bahkan menyempatkan diri berkunjung ke rumah. Tidak untuk memberikan ceramah, hanya untuk mendengar. Seorang sahabat dekat yang memimpin sebuah raksasa teknologi informasi bahkan mengatakan bangga menjadi sahabat saya.

Ketika tulisan ini dibuat, seorang sahabat lama yang tinggal di Surabaya menelepon, tanpa bermaksud menggurui ia mengutip kata-kata indah Confucius :
'Manusia salah itu biasa, tetapi menarik pelajaran dari kesalahan itu baru luar biasa'.

Apa yang mau saya tuturkan dengan semua ini, rupanya sahabat adalah hadiah paling berharga yang bisa kita berikan pada diri kita sendiri. Secara lebih khusus ketika kita ditimpa kesulitan yang menggunung. Sehingga patut direnungkan, kalau kita perlu menabung perhatian, empati, cinta buat para sahabat. Tidak untuk berdagang dengan kehidupan. Dalam arti, memberi dengan harapan agar diberi kelak. Melainkan, sebagaimana cerita dan pengalaman di atas, dalam dunia persahabatan, dalam memberi kita sebenarnya sudah diberi. Bahkan, setiap sahabat yang memberi perhatian dan empati pada sahabat lainnya, ketika itu juga mengalami the joy of giving. Ketika itu juga seperti ada beban di bahu yang berkurang jauh beratnya.

Ada memang orang yang memiliki banyak sekali teman. Kemana-mana namanya dipanggil orang. Cuman, sedikit diantara semua teman yang banyak ini kemudian bisa menjadi sahabat. Bercermin dari kenyataan inilah, maka saya lebih memusatkan diri untuk mencari dan membina sahabat. Jumlahnya memang tidak akan pernah banyak. Bahkan ia lebih sedikit dari jumlah jari tangan. Cuma sesedikit apapun jumlahnya, sahabat tetap sejenis hadiah terbaik yang bisa kita bisa berikan buat diri sendiri.

Mobil mewah memang bisa membawa kita ke tempat jauh lengkap dengan gengsinya. Rumah mewah memang bisa meningkatkan kenyamanan tinggal sekaligus meningkatkan kelas. Ijazah lengkap dengan gelarnya yang mentereng juga bisa meningkatkan percaya diri. Akan tetapi, baik mobil mewah, rumah mewah maupun ijazah tidak bisa menghadirkan empati yang menyentuh hati

Di sebuah Sabtu pagi, seorang sahabat yang membaca harian Kompas yang
memberitakan bahwa saya mengundurkan diri dari jabatan presiden direktur di sebuah kelompok usaha amat besar di negeri ini, langsung menelepon saya dari tempat yang jauh. Ia berucap sederhana : 'saya bangga jadi teman Anda'. Inilah hadiah terbaik yang bisa dihadiahkan ke diri sendiri. Ia tidak dibungkus kado, ia juga tidak hanya datang ketika hari raya atau ulang tahun. Ia justru lebih sering datang ketika kita amat membutuhkannya.

CINTA MEMBUAT KITA BERSAYAP


Entah dari mana datangnya kekuatan, setelah belajar jauh ke negeri orang bertahun-tahun, membaca ribuan buku, majalah, koran, mengumpulkan pengetahuan lewat internet, dicerahkan oleh pergaulan yang demikian luas, diperkaya oleh film yang sempat saya tonton, namun bolak-balik saya didamparkan pada puncak ide yang bernama cinta. Mirip dengan guru Aikido yang bernama Morihei Ueshiba, yang menyebut hanya ada satu puncak yaitu
cinta, perjalanan ide saya juga demikian. Dari bacaan, pergaulan, maupun tontotan, semuanya berujung pada lorong yang bernama cinta.

Demikian juga ketika saya bersama anak-anak menonton film The Theory of Conspiracy di HBO suatu malam pertangahan Maret 2000. Film inspiratif yang dibintangi Mel Gibson dan Julia Roberts ini, memang dilatarbelakangi oleh dunia intelejen yang penuh teka-teki, menantang dan kadang kejam. Mel Gibson dan Julia Roberts memang bermain mengagumkan. Namun, yang lebih mengagumkan adalah cerita film ini. Untuk tujuan kekuasaan yang penuh kekejaman, kerakusan dan keserakahan, Mel Gibson memorinya diacak-acak dan dihancurkan. Kemudian, diformat ulang agar ia menjadi seorang pembunuh yang berdarah dingin. Yang diharapkan bisa membunuh seorang hakim yang membongkar kasus lama.

Akan tetapi, begitu Mel Gibson siap membunuh sang hakim, ia melihat cinta seorang hakim terhadap puterinya (Julia Roberts) yang menawan.Entah cinta sang hakim pada puterinya, atau cinta seorang pria kepada seorang wanita, yang jelas seluruh energi cinta ini menghentikan energi membunuh Mel Gibson yang penuh dengan format penguasa.

Merasa takut dan tidak puas dengan hasil format terhadap Mel Gibson, ia pun dikejar dan disiksa. Bahkan sampai mengerahkan seluruh komponen aparat keamanan. Sekali lagi, ia selamat berkat sayap yang bernama cinta. Di akhir cerita, secara amat romantis Mel Gibson bertutur apik : love gives us wing.

Kalimat apik terakhir ini mengingatkan saya pada sejumlah pengalaman berat. Dalam presentasi di depan petinggi-petinggi Citibank Indonesia dari country manager sampai dengan semua vice president saya bertemu dengan banyak sekali orang pintar dengan jam terbang yang mengagumkan. Demikian juga ketika diajak keliling Indonesia oleh Tupper Ware. Saya bertemu dengan
banyak manusia yang amat beragam. Hal yang sama juga terjadi, ketika melakoni diri menjadi konsultan yang harus berhadapan dengan pengusaha-pengusaha sukses yang kaya raya. Ada yang sombong, merendahkan, menghina sampai dengan kagum penuh pujian.

Akan tetapi, dengan modal sayap yang bernama cinta, semua itu lewat tanpa halangan yang menakutkan. Seorang peserta lokakarya yang amat sarkastis di awal, di akhir malah memeluk saya sambil memberikan hadiah sepasang sepatu mahal. Kerap saya ragu dan bingung, tanpa usaha yang terlalu keras, bagaimana orang yang demikian bermusuhan awalnya menjadi demikian bersahabat. Dalam politik perkantoran juga sama. Kepala saya pernah diinjak dan dikencingin orang lain. Bahkan ada yang melakukannya di depan umum. Entah dari mana datangnya kekuatan, orang-orang seperti ini belakangan tidak sedikit yang menaruh hormat yang tinggi.

Dan setelah mendengar pesan Mel Gibson bahwa love gives us wing, saya baru saja sadar. Bahwa cinta bisa membuat kita bersayap. Untuk kemudian, terbang tinggi-tinggi dalam kehidupan. Tidak hanya tinggi dalam prestasi materi, tetapi juga tinggi dalam prestasi spiritual. Lebih dari itu, sebagaimana burung yang bersayap, tubuh dan jiwa ini juga menikmati kebebasan yang demikian mengagumkan. Imajinasi, inovasi, inspirasi datang demikian mudahnya dalam kehidupan yang bersayapkan cinta.

Coba perhatikan lirik lagu Boyzone yang berjudul Every Day I Love You, It's a touch when I feel bad, It's a smile when I get mad. Cinta memang bisa demikian memabukkan kalau tidak dibingkai dengan kedewasaan dan kearifan. Namun begitu ia berada dalam bingkai kedewasaan dan kearifan, ia berfungsi persis seperti sayap besar dan tangguh. Dan siap membawa kita kemana saja kita pergi dalam kehidupan.

Bercermin dari filmnya Mel Gibson, pengalaman pribadi saya, maupun lagunya Boyzone, akan banyak gunanya kalau kita membanjiri diri kita dengan cinta. Dan ini sebenarnya tidak sulit. Energi cinta tersedia demikian melimpah di mana-mana. Istri, suami, anak, orang tua, tetangga, alam semesta, Tuhan adalah sumber dan sekaligus tempat penyaluran cinta. Kita bisa melakukannya kapan saja dan di mana saja baik dengan biaya mahal maupun murah.

Saya menyisakan sebagian kecil makanan di pinggir piring setiap kali makan, meletakkan segenggam nasi di pinggir taman rumah agar dimakan oleh burung-burung gereja yang datang setiap pagi, meletakkan daun talas di kolam ikan agar ikan makan dengan lahap, membagi sebagian kecil rejeki ke orang-orang bawah yang memerlukan, memberi semampu mungkin ke anak, isteri dan orang
tua. Anda saya yakin punya cara yang jauh lebih banyak dibandingkan dengan saya. Mencintai juga lebih hebat dibandingkan dengan saya. Namun, jangan pernah lupa, cinta membuat kita bersayap. Dan kemudian membuat tubuh dan jiwa ini terbang demikian enteng dan ringan. Seperti Mel Gibson yang mengalahkan format teknologi yang demikian mengagumkan namun kejam.

CAHAYA TERANG KEKALAHAN


Teater bola, mungkin itulah sebutan yang layak diberikan setiap kali ada turnamen sepak bola yang berskala agak besar seperti Euro 2004. Lebih dahsyat dari teater yang sebenarnya, yang hanya menguras perhatian sebatas di ruang teater, teater bola ini mengguncang ke mana-mana. Jangankan dunia kerja, hubungan suami-istri pun sementara dilupakan. Jangankan komunikasi perusahaan, kampanye pemilihan presiden pun menjadi kalah populer.

Bila benar pendapat bahwa perhatian adalah mitra aktif tindakan, sepak bola membawa implikasi tindakan yang tidak kecil. Terutama karena terkurasnya demikian banyak perhatian publik akan hal ini. Sehingga meramal tindakan-tindakan manusia kini dan nanti, layak bercermin sebagian dari perhatian kita manusia terhadap sepak bola.

Menang-kalah memang menjadi semacam energi yang membuat sepak bola jadi menarik. Perhatikan secara cermat pertandingan sepak bola, tidak saja dua puluh dua manusia yang mondar-mandir memeras keringat dan pikiran di lapangan yang membuatnya gegap-gempita. Ratusan juta penonton di pinggir lapangan sekaligus di depan layar kaca juga berdebar dengan status menang-kalah. Tanpa judul menang-kalah, sepak bola mana pun bisa kehilangan daya magisnya.

Kehidupan juga serupa. Pertandingan menang-kalah juga menjadi warna dominan kehidupan. Bahkan ada yang berani membunuh orang agar naik ke dalam status menang. Semua orang bilang kalau menang itu nikmat, kalah itu menyakitkan. Namun sedikit yang menemukan cahaya terang di balik kekalahan yang menyakitkan.

Ada banyak sekali kekurangan-kekurangan di dalam yang berhasil disembuhkan justru karena diterangi oleh kekalahan yang menyakitkan. Tidak sedikit manusia yang dibawa ke tempat hidup yang mengagumkan bernama rendah hati, justru karena pernah kalah berulang-ulang. Kesempurnaan juga serupa. Tidak ada satu pun kesempurnaan yang tidak melalui tahapan salah, kalah, salah, kalah, dan sekali lagi kalah.
Sehingga diterangi cahaya pemahaman seperti ini, ingin atau bercita-cita menang tentu saja wajar dan manusiawi. Namun kecewa berlebihan sekaligus mencampakkan kekalahan, tentu layak direnungkan. Secara lebih khusus, karena kekalahan dan kegagalan sedang membawa manusia menuju tangga-tangga kesempurnaan yang lebih tinggi.

Setelah menang-kalah, cahaya kedua yang bersinar dari sepak bola adalah kawan-lawan. Tidak saja tim kesebelasan di lapangan yang punya kawan dan lawan, ratusan juta penonton juga serupa. Tidak saja berhenti dalam pertandingan, dalam percakapan keseharian pun pemisahan kawan-lawan terjadi. Bersahabat dengan kawan tentu saja mudah sekaligus indah. Tertawa, canda, ceria, gembira itulah sebagian berkah dari kegiatan berkawan.

Dan lawan, di permukaan memang hanya memproduksi halangan sekaligus kesulitan. Masih di permukaan, marah, gerah, musibah itulah akibat dari hadirnya lawan. Tidak banyak yang menyelami, kalau energi justru bertambah dengan kehadiran lawan. Hati-hati, itu hal kedua yang muncul di dalam melalui kehadiran lawan. Dan yang paling penting, lawan adalah rangkaian orang yang menentukan seberapa tinggi kita manusia bisa terbang.

Ibarat latihan tinju, kalau sparring partner-nya anak kecil balita, maka petinjunya pun hanya bisa sampai kelas balita. Dan lawan-lawan kehidupan juga serupa. Setiap kali kita manusia dihadapkan pada lawan-lawan yang tidak terbayangkan besarnya, itu juga sebuah tanda-tanda, kalau kehidupan sedang membimbing ke wilayah yang tidak terbayangkan besarnya. Makanya, bisa dimaklumi kalau pejalan-pejalan kaki kehidupan yang sampai di puncak-puncak yang amat tinggi, tidak sedikit yang berterimakasih dan bahkan merasa berhutang budi pada orang-orang yang awalnya disebut lawan.

Piala, itulah cahaya ketiga yang datang dari sepak bola. Ia seperti garis finish bagi pelari, seperti puncak gunung bagi para pendaki. Dan tentu saja amat layak disyukuri kalau tim sepak bola berhasil mendapat piala. Atau tim pendaki berhasil sampai di puncak gunung. Namun, tidak terlalu banyak manusia yang memperhatikan dan mencermati setiap langkah dalam meraih piala, atau setiap pemandangan dalam perjalanan menuju puncak gunung.

Bagi setiap tim sepak bola, jauh-jauh hari sebelum piala diraih ada serangkaian hal yang mesti dijalani. Latihan di lapangan, berlari-lari mendaki gunung, percakapan dengan pelatih, menonton permainan sendiri sekaligus lawan, diteriaki penonton, atau malah ada yang pernah cidera kaki, hanyalah sebagian perjalanan sebagai syarat meraih piala. Sama dengan pendaki gunung, pemandangan dan canda di lereng gunung juga tidak kalah menariknya.

Kehidupan juga serupa. Sebagian orang (sebagai contoh Stephen Covey) menggunakan piala sebagai dorongan untuk bergerak. Makanya ada prinsip mulai dengan gambar akhir sebagai salah satu prinsipnya Covey. Namun ada juga yang tidak memerlukan gambar akhir. Sehingga yang tersisa hanyalah proses yang mengalir. Dalam bahasa seorang sahabat guru: "When you totally flow, the agony disappear, pain becomes pleasure." Tatkala manusia mengalir penuh, seluruh luka-luka mendalam menghilang, kesedihan menjadi kesenangan.

Kembali ke soal sepak bola, kita tentu saja memerlukan keduanya: piala sekaligus proses yang mengalir. Tatkala manusia mendapat piala dengan cara mengalir bukankah manusia memperoleh keduanya: piala di akhir sekaligus kegembiraan dalam perjalanan? *****

KAYA KARENA SEDERHANA


Menjadi orang kaya, itulah cita-cita banyak sekali orang. Hal yang sama juga pernah melanda saya. Dulu, ketika masih duduk di bangku SMU, kemudian menyaksikan ada rumah indah dan besar, dan di depannya duduk sepasang orang tua lagi menikmati keindahan rumahnya, sering saya bertanya ke diri sendiri : akankah saya bisa sampai di sana ?. Sekian tahun setelah semua ini berlalu, setelah berkenalan dengan beberapa orang pengusaha yang kekayaan perusahaannya bernilai triliunan rupiah, duduk di kursi tertinggi perusahaan, atau menjadi penasehat tidak sedikit orang kaya, wajah-wajah hidup yang kaya sudah tidak semenarik dan seseksi bayangan dulu.

Penyelaman saya secara lebih mendalam bahkan menghasilkan sejumlah ketakutan untuk menjadi kaya. Ada orang kaya yang memiliki putera-puteri yang bermata kosong melompong sebagai tanda hidup yang kering. Ada pengusaha yang menatap semua orang baru dengan tatapan curiga karena sering ditipu orang, untuk kemudian sedikit-sedikit marah dan memaki. Ada sahabat yang berganti mobil termewah dalam ukuran bulanan, namun harus meminum pil tidur kalau ingin tidur nyenyak. Ada yang memiliki anak tanpa Ibu karena bercerai, dan masih banyak lagi wajah-wajah kekayaan yang membuat saya jadi takut pada kekayaan materi.

Dalam tataran pencaharian seperti ini, tiba-tiba saja saya membaca karya Shakti Gawain dalam jurnal Personal Excellence edisi September 2001 yang menulis : ?If we have too many things we dont truly need or want, our live become overly complicated?. Siapa saja yang memiliki terlalu banyak hal yang tidak betul-betul dibutuhkan, kehidupannya akan berwajah sangat rumit dan kompleks.

Rupanya saya tidak sendiri dalam hal ketakutan bertemu hidup yang amat rumit karena memiliki terlalu banyak hal yang tidak betul-betul diperlukan. Shakti Gawain juga serupa. Lebih dari sekadar takut, di tingkatan materi yang amat berlebihan, ketakutan, kecemasan, dan bahkan keterikatan berlebihan mulai muncul.

Masih segar dalam ingatan, bagaimana tidur saya amat terganggu di hari pertama ketika baru bisa membeli mobil. Sebentar-sebentar bangun sambil melihat garasi. Demikian juga ketika baru duduk di kursi orang nomer satu di perusahaan. Keterikatan agar duduk di sana selamanya membuat saya hampir jadi paranoid. Setiap orang datang dipandang oleh mata secara mencurigakan. Benang merahnya, kekayaan materi memang menghadirkan kegembiraan (kendati hanya sesaat), namun sulit diingkari kalau ia juga menghadirkan keterikatan, ketakutan dan kekhawatiran. Kemerdekaan, kebebasan, keheningan semuanya diperkosa habis oleh kekayaan materi.

Disamping merampok kebebasan dan keheningan, kekayaan materi juga menghasilkan harapan-harapan baru yang bergerak maju. Lebih tinggi, lebih tinggi dan lebih tinggi lagi. Demikianlah kekayaan dengan amat rajin mendorong manusia untuk memproduksi harapan yang lebih tinggi. Tidak ada yang salah dengan memiliki harapan yang lebih tinggi, sejauh seseorang bisa menyeimbangkannya dengan rasa syukur. Apa lagi kalau harapan bisa mendorong orang bekerja amat keras, plus keikhlasan untuk bersyukur pada sang hidup. Celakanya, dalam banyak hal terjadi, harapan ini terbang dan berlari liar. Dan kemudian membuat kehidupan berlari seperti kucing yang mengejar ekornya sendiri.

Berefleksi dan bercermin dari sinilah, saya sudah teramat lama meninggalkan kehidupan yang demikian ngotot mengejar kekayaan materi. Demikian tidak ngototnya, sampai-sampai ada rekan yang menyebut saya bodoh, tidak mengerti bisnis, malah ada yang menyebut teramat lugu. Untungnya, badan kehidupan saya sudah demikian licin oleh sebutan-sebutan. Sehingga setiap sebutan, lewat saja tanpa memberikan bekas yang berarti.

Ada sahabat yang bertanya, bagaimana saya bisa sampai di sana ? Entah
benar entah tidak, dalam banyak keadaan terbukti kalau saya bisa berada di waktu yang tepat, tempat yang tepat, dengan kemampuan yang tepat. Ketika ada perusahaan yang membutuhkan seseorang sebagai pemimpin yang cinta kedamaian, saya ada di sana. Tatkala banyak perusahaan kehilangan orientasi untuk kemudian mencari bahasa-bahasa hati, pada saat yang sama saya suka sekali berbicara dan menulis dengan bahasa-bahasa hati. Dikala sejumlah kalangan di pemerintahan mencari-cari orang muda yang siap untuk diajak bekerja dengan kejujuran, mereka mengenal dan mengingat nama saya. Sebagai akibatnya, terbanglah kehidupan saya dengan tenang dan ringan. Herannya, bisa sampai di situ dengan energi kengototan yang di bawah rata-rata kebanyakan orang. Mungkin tepat apa yang pernah ditulis Rabin Dranath Tagore dalam The Heart of God : ?let this be my last word, that I trust in Your Love?. Keyakinan dan keikhlasan di depan Tuhan, mungkin itu yang menjadi kendaraan kehidupan yang paling banyak membantu hidup saya.

Karena keyakinan seperti inilah, maka dalam setiap doa saya senantiasa memohon agar seluruh permohonan saya dalam doa diganti dengan keikhlasan, keikhlasan dan hanya keikhlasan. Tidak hanya dalam doa, dalam keseharian hidup juga demikian. Ada yang mau menggeser dan memberhentikan, saya tidak melawan. Ada yang mengancam dengan kata-kata kasar, saya imbangi secukupnya saja. Ada sahabat yang menyebut kehidupan demikian sebagai kehidupan yang terlalu sederhana dan jauh dari kerumitan. Namun saya meyakini, dengan cara demikian kita bisa kaya dengan jalan sederhana.

06 Desember, 2008

Catatan kecil di Yogya


Merekalah yang merangkul masa kini dan ingin mempertahankan apa adanya, sebaiknya tidak bermain-main dengan gerrakan massa. Karena masa kini akan tertindas jika gerakan massa sejati melangkah.

Alasan mengapa lapisan bawah suatu bangsa berpengaruh besar dalam menentukan jalan hidup bangsa ialah karena dari lapisan ini sama sekali tidak mau tahu mengenai masa kini. Dalam pandangan mereka, hidup mereka dan masa kini sudah rusak dan tidak dapat diperbaiki lagi dan mereka siap merubuhkan dan melumatkan keduanya.

Bukan dari hidup, tapi dari kemungkinan mengecap kehidupan yang lebih baiklah yang menyebabkan orang membunuh.

Kebesa mendorong orang mencoba segala jalan, dan berarti mau tak mau akan banyak pula kegagalan dan kekecewaan.

Pemuda


Merekalah manusia-manusia berjiwa abadi yang sukmanya tak lelap tertidur, yang dari kejauhan matanya menatap daerah perawan yang belum terrjamah.

APAKAH HIKMAH DARI KEGAGALAN


Tidak semua keinginan kita bisa terpenuhi, kegagalan tak pernah lepas dari keberrhasilan. seorang Thomas Alfa Edison mengalami kegagalan ribuan kali sebelum berhasil menciptakan bola lampu. Orang bijak sering berpesan "tidak ada kebahagian tanpa kegagalan". Lalu apa hikmah dibalik kegagalan itu:
1. Tak semua keinginan kita dapat terpenuhi.
2. Kehilangan teman yang tak terduga
3. Mempnyai kesempatan lebih lama untuk merenung
4. Tekad yang kuat untuk merubah keadaan disertai ketakutan untuk mengalami kegagalan lagi
5. Terkadang untuk mencapai hal yang terbaik, I am the best menjadi semboyan untuk hidup namun kecemasan meningkat karena orang lain berada dalam posisi yang lebih baik untuk sukses.
6. Kekuatan untuk menjadi raja bagi diri sendiri ataupun ogah minta bantuan orang lain.
7. Semakin tidak percaya akan Tuhan atau sebaliknya semakin kuat

11 November, 2008

मिम्पी इन्दः....

अंडा अदलाह अप यांग अन्दरबयांग्कन, मका बयांग्कन हल-हल यांग बैक बागी दीरी अन्दर। जिका किता मेम्बयांग्कन दीरी किता गगल मका केगागालन अकन मेंदातंगी किता, बेगितु जुगा सेबलिक्न्य मका बयांग्कन केसुक्सेसन अदा दिदेपन अन्दर करना सुक्सेस इस माय रिघ्त कटा अंदरी वोंग्सो। सुक्सेस अदलाह हक़ लहिर किता करना किता तेर्सिप्ता दरी स्पर्म दान इन्दुंग तेलुर तेर्पिलिः यांग तेलः मेमेनान्ग्कन पेर्सैंगन उन्तुक मेंजादी दीरी किता दी दलम रहीं इबुन्दा। किता तेलः मनांग सेजक अवल पेंसिप्तान दीरी किता दान दितिउप्कन रोह ओलेह तुहन यांग सतु पेमिलिक आलम सेमेस्ता राया। तिदक अदा अलासन बागी ओरंग लें मेंघलंगी सुक्सेस किता करना किता तेर्सिप्ता देंगन प्रोसेस यांग समां। कितालाह यांग मेंजदिकन दीरी किता ओरंग सुक्सेस अतु पेकुन्दंग। सिअपा संग्का मिम्पी अतु सीता-सीता सोरंग ओबामा केसिल उन्तुक मेंजादी सोरंग प्रेसिदें अमेरिका सेवाक्तु मसीह दुदुक दिबंग्कू सेकोलाह दसर दी सदन १ मेंतेंग जकार्ता मेंजादी न्याता सात दिया तेर्पिलिः मेंजादी प्रेसिदें अमेरिका यांग के ४४ दलम उसिया ४७ तहूँ। अमेरिकन ड्रेंस मेरुपकन स्लोगन यांग सेरिंग किता डंगर अतु दिदेंग्गुन्ग्कन ओलेह ओरंग अमेरिका, नमून मेंजादी सोरंग प्रेसिदें दी अमेरिका बागी वर्ग नगर सेपेर्ती कुलित हितम अतु काम्पुरण मेरुपकन मिम्पी यांग सांगत फंतस्तिक, दिमाना पेर्बेदान वरना कुलित दी अमेरिका मसीह मेंजादी मोमोक यांग मेनाकुटकन।

ओबामा तेलः मेंगुबह वरना दुनिया सेपेर्ती हल्न्य नेल्सन मंडेला दी अफ्रीका सेलातन, पुलुहन तहूँ दी पंजर रेजीम अफर्ठेइड यांग मेंजजः अफ्रीका दान तिदक अदा यांग मेंगिरा नेल्सन मंडेला बीस मेंजादी सोरंग प्रेसिदें यांग तेर्कातात दलम तिनता एम्स दुनिया। इतुलाह मिम्पी-मिम्पी यांग तेर्वुजुद दान बेरखिर हैप्पी एंडिंग, नमून तिदक सेदिकित जुआ यांग मेरासकन मिम्पी तिन्ग्गालाह मिम्पी अलिअस गगल टोटल मेवुजुद्कंन्य।

सेपेर्ती हल्न्य दिरिकू यांग पेर्नाह बेर्र्मिम्पी कुलिः दी योग्य वालौपुं सात इतु इकोनोमी केलुअर्गा पास-पसन नमून अल्हम्दुलिल्लाह अकू बीस लुलुस जुगा दरी सलाह सतु पेर्गुरुँ तिन्ग्गी दिसना दलम बिडंग अकुंतंसी। अकू जुगा पेर्नाह बेर्मिम्पी बेकेर्जा दिसलाह सतु बैंक दान अल्हम्दुलिल्लाह हल तिउपू तेर्वुजुद, बेगितु जुगा मिम्पिकू मेंजादी सोरंग दोसें दान अल्हम्दुलिल्लाह इतुपुं तेर्वुजुद वालू हंय मेंजादी दोसें दिसलाह सतु लेम्बगा कुर्सुस। अकू मेम्बयांग्कन मेंदपटकण इस्त्री बुकन ओरंग सुमात्रा बिअर अदा पेरुबहन रसा दान अल्हम्दुल्लिल्लाह इतुपुं तेर्वुजुद करना इस्त्रिकू सात इनी ओरंग असली बंजारमासिन - कलिमंतन सेलातन। सेपेर्ती तुहन सांगत सींग पदकू करना सेमुआ मिम्पिकू तेर्वुजुद' नमून इतु सेमुआ तिदक मुदः तेमन, बुतुह पेर्जुंगन उतनुक मेरैह्न्य।

बेर्मिम्पिलाह सेबेलुम मिम्पी इतु दी larang अतु केना पजक....एई

08 November, 2008

KEKUATAN MIMPI


Siapapun boleh bermimpi karena mimpi hak setiap orang dan gratis, tak terkecuali seorang Barack Husein Obama yang pernah bermimpi jadi Presiden sewaktu masih sekolah dasar di SDN 1 Menteng Jakarta. Kini mimpinya itu sudah menjadi kenyataan dengan terpilihnya dia menjadi Presiden Amerika yang ke 44 dalam usia 47 tahun. Mimpinya 37 tahun yang lalu siapa sangka bisa terwujud sekarang. Akupun pernah bermimpi beberapa kali yang lebih tepat disebut citacita. Aku ingin kuliah di YOGYAKARTA, kerja di BANK, dan mempunyai istri orang luar SUMATRA dan istriku saat ini orang BANJARMASIN. Alhamdulillah semua mimpiku bisa terwujud...

Untuk itu berrmimpilah, karena mimpi itu suatu anugerah dari TUHAN yang tidak bisa diintervensi orang lain.

SELAMAT BERMIMPI......